Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah Modus Kecurangan Pemilu yang Perlu Diwaspadai

Kompas.com - 16/04/2019, 09:23 WIB
Devina Halim,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komite Pemilih (Tepi) Jeirry Sumampouw mengungkapkan, ada beberapa modus kecurangan yang berpotensi terjadi pada hari pemungutan suara, Rabu (17/4/2019).

"Ada banyak modus kecurangan suara di pemilu-pemilu sebelumnya, baik pilpres, pileg, maupun pilkada," kata Jeirry melalui keterangan tertulis, Selasa (16/4/2019).

Modus tersebut, misalnya, mengganti angka hasil rekapitulasi, jumlah suara yang dihitung tak sesuai dengan jumlah pada formulir model C1.

Baca juga: TKN Jokowi-Maruf Laporkan Dugaan Kecurangan Pemilu di 7 Negara ke Bawaslu

Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jerry Sumampouw di Kantor PGI Jalan Salemba Raya, Jakarta, Jumat (11/12/2015)KOMPAS.com/NABILLA TASHANDRA Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jerry Sumampouw di Kantor PGI Jalan Salemba Raya, Jakarta, Jumat (11/12/2015)
Formulir model C1 adalah sertifikat hasil penghitungan suara, yang terbagi untuk presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Modus lainnya, kolom perolehan suara dan kolom lainnya pada formulir model tersebut tidak diisi sehingga dapat dimasukkan angka baru.

Jeirry menyebutkan, modus lain yang perlu diwaspadai adalah pemilih yang mencoblos lebih dari satu kali, serta pemilih diberi kesempatan memilih meski tak memenuhi syarat.

Jeirry berpandangan, terdapat empat faktor yang dapat memengaruhi kerawanan suatu daerah pada Pemilu 2019, yaitu geografis, historis, penguasa dan penyelenggara.

Daerah yang rawan kecurangan dapat disebabkan kondisi geografis karena sulit dijangkau atau secara historis memiliki sejarah pemilu bermasalah.

Baca juga: Jelang Pencoblosan, KPU Diminta Fokus soal Distribusi Logistik Pemilu

Kemudian, kondisi ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat di suatu daerah turut menentukan bagaimana masyarakat dapat terpengaruh pada politik uang.

"Faktor penguasa, yakni daerah-daerah yang secara ekonomi miskin dan masyarakatnya belum begitu terdidik sehingga mudah dimobilisasi dan rawan praktik politik uang," kata Jeirry.

"Keempat, faktor penyelenggara, yakni daerah-daerah di mana dalam pemilu sebelumnya, penyelenggara sering melakukan manipulasi suara, tetapi tidak pernah dihukum, dan mereka masih menjadi penyelenggara hingga saat ini," lanjut dia.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Pemilu 2019 Dalam Angka

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com