Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan KPU soal Daftar Pemilih yang Dipermasalahkan BPN

Kompas.com - 15/04/2019, 20:13 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyampaikan penyelesaian persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 yang diduga Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga bermasalah.

Ada empat persoalan utama yang diselesaikan. Pertama, terkait 17,5 juta data pemilih yang terkonsentrasi pada tanggal lahir tertentu.

BPN menduga, sebanyak 17.553.299 pemilih memiliki tanggal dan bulan lahir 1 Januari, 1 Juli, dan 31 Desember. Mengenai hal ini, KPU telah menyelesaikannya melalui koordinasi dengan Dukcapil.

Dari penjelasan Dukcapil, didapati bahwa pencatatan administrasi kependudukan sebelum tahun 2004 menggunakan Sistem Informasi Manajemen Kependudukan (Simduk).

Baca juga: Hoax, Pemilih Bisa Mencoblos Hanya dengan E-KTP

Saat itu, seluruh penduduk yang lupa atau tidak tahu tanggal lahirnya ditulis 31 Desember.

"Sejak berlakunya SIAK atau Sistem Informasi Administrasi Kependudukan tahun 2004, penduduk yang lupa atau tidak ingat tanggal lahirnya ditulis 1 Juli," kata Komisioner KPU Viryan Azis di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/4/2019).

KPU juga melakukan verifikasi faktual terhadap tiga kelompok data tersebut melalui jajaran KPU Kabupaten/Kota.

Caranya, setiap KPU Kabupaten/Kota mengambil sampel dengan cara pengundian.

Pengambilan sampel ini dihadiri perwakilan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, BPN Prabowo-Sandi, dan Bawaslu.

Baca juga: Pemilih Dilarang Membawa Gawai dan Mengambil Gambar Saat Mencoblos

Hasil verifikasi faktual dari total sampel 1.604 pemilih, sebanyak 1.405 (87,59 persen) pemilih ada dan data benar; 105 (6,55 persen) pemilih ada dan data diperbaiki; 74 (4,61 persen) pemilih ada dan data kependudikan belum cetak/hilang; 16 (1 persen) pemilih ada dan data tidak memenuhi syarat, dan 4 (0,25 pemilih) pemilih tidak ada dan data tidak memenuhi syarat.

Selain itu, KPU melakukan Focus Group Discussion (FGD) bersama ahli demografi dan statistik dari Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Gajah Mada (UGM) untuk menyelesaikan persoalan ini.

"Kesimpulannya, data pemilih 17,5 juta adalah wajar dan apa adanya karena regulasi atau kebijakan pencatatan sipil. Temuan lapangan menguatkan hal tersebut, dari 1.604 sampel, 1.584 terverifikasi faktual ada orangnya, sebanyak 20 sampel tidak ada orangnya dan telah dicoret," ujar Viryan.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: PEMILIH YANG BISA TETAP MENCOBLOS SETELAH PUKUL 13.00


Selain data tersebut, KPU juga telah menyelesaikan perbaikan kekeliruan 325.257 data usia unik atau yang dianggap tak wajar.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelas Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelas Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com