“Ooo, itu orang yang sudah saya beri?” jawab si ibu.
“Apa yang ibu beri?”
"Ada banyak. Biasanya sembako, terkadang ada uang juga."
"Berapa?"
"Uang Rp 100.000."
“Kalau sembako?”
"Yah, yang biasa untuk masak saja. Ada beras, minyak goreng, mi instan, gula, teh, gitu Pak," jawabnya.
Yang menarik, dalam daftar TPS itu, tercatat ada 273 nama. Si ibu bertekad "memberikan lingkaran" kepada seluruh nama di TPS tersebut alias memberikan "titipan pencoblosan" kepada seluruh peserta pemilih di TPS. Pesannya, cobloslah caleg yang sudah memberikan “sesuatu” kepada mereka.
Caleg itu orang ternama. Ia anggota Dewan dari partai papan atas di negeri ini dan kerap menang pemilihan.
Setelah memberikan sesuatu, si ibu selalu meminta fotokopi KTP sebagai bukti bahwa ia telah memberikan sesuatu kepada si pemilih itu.
Ke mana kemudian si ibu memberikan laporan? Jawabannya ke tim sukses sang caleg.
Pertanyaannya, apakah ada jaminan bahwa si pemilih mencoblos caleg itu di bilik suara? Tentu tidak.
Si ibu koordinator itu tidak sendiri. Dari penelusuran saya, ternyata ada sejumlah ibu lain yang juga menjadi koordinator bagi caleg lain dari partai yang sama ataupun berbeda.
Ada caleg lain yang juga “bergerilya” di tempat itu. Caleg ini selalu menang di tingkat kelurahan.
Ini adalah fakta dari penelitian yang diungkapkan Profesor Hamdi Muluk di atas. Betapa berpengaruhnya vote buying demi terpilihnya seorang kandidat politik.
Lalu bagaimana dengan capresnya?
Ternyata pesan yang disampaikan kepada pemilih oleh ibu koordinator tadi satu paket. Tidak hanya diminta untuk mencoblos caleg tertentu, tapi juga partai dan pasangan capres.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Fritz Edward Siregar, mengungkapkan, di zaman modern saat ini begitu banyak cara yang dilakukan untuk terpilih melalui politik uang. Lebih dari 40 kasus dibongkar dan semuanya sudah diadili.
Tapi, ia meyakini masih banyak lagi di luar sana yang melakukan hal serupa. Bahkan, di era digital saat ini, politik uang dilakukan cashless alias nontunai.
Kasus terakhir yang ditemui, ada puluhan warga yang diberi imbalan token listrik untuk memilih caleg tertentu. Kasus itu sekarang tengah bergulir di meja hukum.
Luar biasa!
Saya Aiman Witjaksono,
Salam!