Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Fakta Saat Pidato Prabowo, Dukungan Dahlan Iskan hingga Jajaran Tim Pemerintahan

Kompas.com - 13/04/2019, 06:45 WIB
Kristian Erdianto,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com — Lima hari jelang pencoblosan Pilpres 2019, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyampaikan pidato kebangsaan di Dyandra Convention Hall, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (12/4/2019).

Dalam pidato kebangsaan keempat kalinya itu, Prabowo mengumumkan 68 nama yang akan mengisi jajaran pemerintahannya jika terpilih.

Di sisi lain, pernyataan dukungan dari mantan pejabat negara pun mengalir ke Ketua Umum Partai Gerindra itu.

Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan dan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.

Saat diberikan kesempatan berbicara, Dahlan Iskan secara tegas menyatakan dukungannya kepada Prabowo.

Baca juga: Citra Tempramental Bisa Ganggu Elektabilitas Prabowo

Ia juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap Presiden Joko Widodo yang melandasi sikapnya itu.

Sementara kritik keras terhadap kondisi TNI terkait anggaran dan pengisian jabatan diungkapkan oleh Gatot.

Selain mereka berdua, hadir pula dalam acara tersebut mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, mantan komisioner Komnas HAM Natalius Pigai, advokat senior Otto Hasibuan, dan pengamat Rocky Gerung.

Berikut 5 fakta yang terjadi dalam acara pidato kebangsaan Prabowo Subianto:

1. Dukungan Dahlan Iskan

Mantan menteri sekaligus mantan Dirut PLN Dahlan Iskan akhirnya menyatakan dukungan ke Prabowo.

Awalnya, Dahlan menuturkan bahwa lima tahun yang lalu ia pernah mendeklarasikan dukungan Joko Widodo untuk maju sebagai calon presiden pada Pilpres 2014.

Baca juga: Dahlan Iskan: Jokowi Difitnah Selama 4,5 Tahun, Prabowo 17 Tahun

Namun, pada pilpres kali ini, ia mengalihkan dukungan ke Prabowo Subianto.

"Hari ini saya menjatuhkan pilihan kepada Pak Prabowo," ujar Dahlan.

2. Kekecewaan Dahlan Iskan

Dahlan pun mengungkapkan alasannya mengalihkan dukungan dari Jokowi ke Prabowo.

Pada 2014 lalu, ia menganggap Jokowi memiliki program-program yang dinilai mampu membawa perubahan, yakni revolusi mental dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Terkait program ekonomi, Dahlan berharap pendapatan per kapita masyarakat dapat mencapai 7.000 dollar AS per tahun selama lima tahun masa pemerintahan Jokowi.

Namun, menurut Dahlan, kedua program Jokowi itu tidak berjalan.

"Kalau itu terwujud, Indonesia akan menjadi negara besar tapi itu tidak terlaksana," ucap Dahlan.

3. Kehadiran Gatot Nurmantyo

Seusai Dahlan menyatakan dukungan, tiba-tiba mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo muncul di acara pidato kebangsaan keempat Prabowo.

Gatot tiba di tempat acara sekitar pukul 15.46 WIB. Saat itu, Prabowo tengah membacakan tokoh-tokoh yang telah membantunya dalam beberapa bulan terakhir terkait pencalonannya di Pilpres 2019.

Ia tampil mengenakan baju koko berwarna putih dan memakai peci berwarna hitam.

Prabowo pun sempat menghentikan pidatonya dan mempersilakan Gatot naik ke atas panggung.

Baca juga: Hadir di Pidato Kebangsaan Prabowo, Gatot Nurmantyo Singgung Anggaran TNI

Saat bertatap muka Gatot memberikan hormat ke Prabowo, begitu juga sebaliknya. Kemudian mereka saling memberi salam dan berpelukan.

Setelah itu, Gatot duduk di sebelah Direktur Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Sudirman Said, tepat di belakang podium tempat Prabowo memberikan pidato kebangsaannya.

4. Kritik keras terkait anggaran dan jabatan

Saat berpidato, Gatot menyampaikan pandangannya soal anggaran TNI saat ini yang dinilai berada dalam situasi kritis. Ia mengatakan, anggaran sekitar Rp 6 triliun mengecilkan institusi TNI.

"Saat ini, yang kritis adalah mulai dari segi anggaran," ujar Gatot.

"Saya tidak menyalahkan siapa pun juga, tapi sekarang ini saya perlu informasikan karena saya mantan Panglima TNI, semuanya benar-benar saja, tapi ini dari segi anggaran mengecilkan Tentara Nasional Indonesia," ucap dia.

Akibatnya, lanjut Gatot, anggaran yang diterima tiga matra TNI, yakni Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU), hanya sekitar Rp 1 triliun.

Sementara Markas Besar (Mabes) TNI hanya menerima sekitar Rp 900 miliar.

Di sisi lain, jumlah personel TNI mencapai 455.000 orang dan memiliki ribuan alat utama sistem persenjataan (alutsista).

Lantas ia membandingkan dengan anggaran yang diterima oleh sebuah institusi dengan jumlah personel dan persenjataan di bawah TNI.

Gatot juga membandingkan anggaran yang diterima Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebesar 17 triliun.

"Tetapi, ada institusi yang tidak punya pesawat tempur, senjatanya pendek, dan jumlah personelnya tidak sampai 3.000, tapi anggarannya Rp 4 triliun dan Kepolisian Republik Indonesia Rp 17 triliun," kata Gatot.

Selain anggaran, Gatot juga menyinggung soal pengisian jabatan.

Menurut dia, jabatan strategis di TNI saat ini diisi oleh orang-orang yang bermasalah. Namun, ia tidak menyebut secara spesifik jabatan strategis apa yang dimaksud.

"Dan orang-orang yang bermasalah menempati jabatan-jabatan strategis," ujar Gatot.

Awalnya, Gatot mengatakan, sejak tak lagi menjabat sebagai Panglima TNI, banyak perwira tinggi yang dicopot dari jabatannya.

Baca juga: Gatot Nurmantyo: Jabatan Strategis di TNI Diisi Orang-orang Bermasalah

Gatot mencontohkan pencopotan Mayjen TNI Ilyas Alamsyah Harahap dari jabatan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI (Kabais).

Padahal, ia menganggap Mayjen Ilyas memiliki peran penting dalam menumpas kelompok teroris Santoso di Poso, Sulawesi tengah.

Tercatat, Mayjen Ilyas pernah menjadi Komandan Kolakops TNI Tinombala.

Selain itu, ia juga menyebut, pencopotan Direktur A Komandan Satuan Tugas Intelijen, Panglima Divisi Infantri I, Panglima Divisi Infantri II, dan Komandan Jenderal Kopassus.

"Begitu saya turun, semua yang terbaik dicabut. Kepala Badan Intelijen Strategis Mayjen TNI Ilyas, dia yang menyelesaikan Poso, justru dicopot sekarang tanpa jabatan," kata Gatot.

5. Sebanyak 68 nama di jajaran pemerintahan Prabowo

Setelah Dahlan dan Gatot berbicara, giliran Prabowo menyampaikan pidato kebangsaan.

Dalam pidato kebangsaan keempat kalinya itu, Prabowo memaparkan 68 nama yang ia sebut sebagai tim pakar.

Meski tak menyebut sebagai kandidat menteri atau pejabat di kabinet, Prabowo memastikan seluruh nama itu akan membantunya dalam pemerintahan.

"Jadi insya Allah, jika kami menerima mandat, kira-kira inilah yang akan membantu saya dalam pemerintahan," ujar Prabowo.

Sejumlah tokoh dan petinggi partai politik koalisi Indonesia Adil dan Makmur masuk dalam daftar yang dibacakan Prabowo.

Baca juga: Umumkan Calon Menteri, Prabowo Dinilai Pertimbangkan Faktor Elektoral Mereka

Ia juga membacakan beberapa nama yang memiliki latar belakang akademisi. Ada pula mantan pejabat negara di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Beberapa nama tersebut antara lain mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, mantan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli, mantan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edy Purdijatno, dan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan.

Ada pula mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, mantan komisioner Komnas HAM Natalius Pigai, advokat senior Otto Hasibuan, dan Rocky Gerung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com