Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

990 Kasus Pelanggaran Netralitas ASN Terkait Pemilu, Ini Penjelasan BKN

Kompas.com - 12/04/2019, 17:53 WIB
Mela Arnani,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Kepegawaian Negara (BKN) mencatat sebanyak 990 kasus pelanggaran netralitas dilakukan Aparatur Sipil Negara (ASN) terkait Pemilu 2019.

Data ini dihimpun oleh BKN melalui Kedeputian Bidang Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian sejak Januari 2018 hingga Maret 2019.

Kepala Biro Humas BKN Mohammad Ridwan mengatakan, kasus tersebut masih dalam proses, sehingga belum diputuskan suatu hukuman tertentu.

"Masih dalam tahap pelaporan. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) akan mengirim laporannya ke daerah untuk pemeriksaan dan penjatuhan hukuman jika terbukti," kata Ridwan saat dihubungi Kompas.com, Jumat (12/4/2019) sore.

Ridwan menjelaskan, terdapat beberapa hukuman yang akan dijatuhkan. Hukuman tersebut disesuaikan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh ASN.

"Hukumannya adalah hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010. Bisa hukuman disiplin berat, sedang, atau ringan tergantung hasil pemeriksaan," ujar dia.

Baca juga: Data Kemendagri, 146 ASN Dinilai Tak Netral dan Diproses Bawaslu

Pelanggaran netralitas, lanjut Ridwan, paling banyak dilakukan melalui media sosial, baik menyebarluaskan gambar, memberikan dukungan, berkomentar, mengunggah foto dengan keterangan berpihak terhadap pasangan calon (paslon) tertentu, turut hadir dalam kampanye paslon, hingga kegiatan berhubungan dengan partai politik paslon.

"Rekapitulasi data pelanggaran netralitas tersebut merupakan kolaborasi antara BKN, Bawaslu, dan KASN. Dari jumlah pelanggaran yang diterima, 99,5 persen didominasi pegawai instansi daerah yang meliputi provinsi/kabupaten/kota," ucap Ridwan.

"Total angka kasus itu di luar dari laporan yang diterima BKN melalui laman pengaduan LAPORBKN, e-mail humas, dan media sosial," kata dia.

Lebih jelasnya, Ridwan menerangkan, kasus netralitas ASN berupa dukungan kepada paslon tertentu melanggar PP 53 Tahun 2010 Pasal 4.

Tingkat sanksi secara terperinci diatur dalam PP 53 Tahun 2010 Pasal 7 angka (3) dan (4), di mana disebutkan bahwa penjatuhan hukuman disiplin dilakukan melalui penundaan kenaikan pangkat (KP) selama satu tahun, penundaan kenaikan gaji berkala, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.

"Sementara untuk hukuman disiplin berat dilakukan melalui pembebasan jabatan, penurunan pangkat selama tiga tahun, sampai dengan pemberhentian," tutur Ridwan.

Ridwan menuturkan, pelanggaran dalam media sosial telah dijelaskan melalui Surat Edaran Kepala BKN Nomor 02/SE/2016.

"ASN telah diingatkan untuk tidak memberikan dukungan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan paslon baik secara langsung maupun tidak langsung, termasuk pula menggunakan media sosial seperti Twitter, Facebook, WhatsApp, BBM, Line, SMS, Instagram, Blog, dan sejenisnya," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com