Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapal Maritim Malaysia Langgar Wilayah Kedaulatan Indonesia dan Halangi Proses Hukum, Ini Cerita Lengkapnya...

Kompas.com - 11/04/2019, 08:19 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Kapal maritim Malaysia memaksa kapal Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk melepaskan nelayannya yang kedapatan menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia.

Setelah sempat negosiasi alot, PSDKP tetap menggiring kapal nelayan Malaysia ke area daratan untuk dilakukan penyidikan terhadap anak buah kapalnya.

Pelaksana tugas Dirjen PSDKP KKP Agus Suherman menjelaskan, peristiwa itu terjadi 3 April 2019 di perairan Selat Malaka.

"Awalnya, pukul 07.20 WIB, KP Hiu 08 kami mendeteksi di radar ada dua kapal ikan berbendera Malaysia di ZEEI Selat Malaka. Tim melakukan pengejaran dan pada pukul 08.15 WIB, tim melakukan deteksi secara visual," ujar Agus melalui siaran pers resmi KKP, Rabu (10/4/2019).

Baca juga: KKP Kembali Tangkap 6 Kapal Asing Pencuri Ikan

 

Namun, kedua kapal tersebut mencoba kabur sehingga tim PSDKP mengejar dan melakukan tindakan hukum berupa penghentian, pemeriksaan, dan penahanan. Dua kapal nelayan asing itu terdeteksi atas nama PKBF 1825 dan KM KHF 1256.

Hasil pemeriksaan menunjukkan, PKBF 1825 berukuran 64,71 GT diawaki oleh empat orang. Dua orang di antaranya merupakan warga negara Thailand, termasuk nakhoda kapal. Sementara dua orang lain berkewarganegaraan Kamboja. Kapal itu memiliki alat tangkap trawl.

Sementara kapal KM KHF 1256 berukuran 53,02 GT diawaki tiga orang yang seluruhnya berkewarganegaraan Thailand.

"Kedua kapal tersebut didapati tak memiliki izin dari Pemerintah Indonesia sekaligus dia menggunakan alat tangkap yang dilarang di Indonesia. Tim kemudian membawa dua kapal itu ke Stasiun PSDKP Belawan untuk dilakukan proses hukum oleh para penyidik pegawai negeri sipil perikanan," papar Agus.

Intervensi kapal Malaysia

Pukul 12.00 WIB, ketika KP HIU 08 sedang menggiring kapal tangkapan, tiba-tiba muncul kapal maritim Malaysia berjenis speedboat dengan nama Penggalang 13. Kapal Malaysia bermanuver menghadang laju KP Hiu 08.

"Kapal Malaysia merapat ke zona perairan Indonesia dan meminta KP Hiu 08 untuk melepaskan kedua kapal yang ditangkap. Tim kami tentu menolak permintaan itu ya," ujar Agus.

Baca juga: KKP Kembali Tangkap 6 Kapal Ikan Asing di Natuna Utara dan Selat Malaka

 

Gagal dalam negosiasi pertama, petugas maritim Malaysia mencoba negosiasi kedua. Ia meminta KP Hiu melepaskan satu kapal nelayan saja beserta anak buah kapalnya ke perairan Malaysia. Tim PSDKP kembali menolak permintaan itu.

"Ketika proses negosiasi, muncul lagi tiga unit helikopter Malaysia terbang mengitari KP Hiu 08 dan kapal tangkapan kami," ujar Agus.

Tidak jelas apa maksud kedatangan helikopter tersebut. Namun, petugas menduga itu bagian dari perang urat saraf. Namun, petugas PSDKP tetap bersikukuh membawa dua kapal nelayan beserta ABK-nya ke daratan Indonesia untuk menjalani proses hukum.

Setelah gagal negosiasi, kapal Penggalang 13 beserta 3 helikopter itu pun pergi menjauh kembali ke wilayah Malaysia.

"Tim kami kemudian melanjutkan pelayaran membawa kapal tangkapan itu ke Stasiun PSDKP di Belawan dan tiba pukul 21.30 WIB," ujar Agus.

Baca juga: KKP Tangkap Kapal Ikan Ilegal Berbendera Malaysia

 

Halaman:


Terkini Lainnya

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com