Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dr Eka Viora Sp.KJ menganggap kekhawatiran orang dengan gangguan jiwa akan membahayakan pemilih lain di TPS sangat tidak beralasan, mengingat tingkat keberbahayaan ODGJ sama dengan masyarakat lain pada umumnya.
Bahkan saat ini lebih banyak ODGJ yang menjadi korban kekerasan.
PSDKJI mengimbau kepada para psikiater dan masyarakat untuk menaati peraturan perundangan yang berlaku di negara Indonesia untuk memfasilitasi penyampaian hak suara orang dengan gangguan jiwa serta menghormati dan menjamin hak pilih ODGJ.
"Memberikan hak pilih pada orang dengan gangguan jiwa merupakan bagian penting dalam upaya mengurangi stigma, mendorong rehabilitasi dan integrasi orang dengan gangguan jiwa agar dapat diterima dan aktif kembali dalam kehidupan bermasyarakat," kata Eka.
Gangguan jiwa bukanlah ketidakmampuan. Penetapan kapasitas orang dengan gangguan jiwa untuk menggunakan hak pilihnya tidak didasarkan pada diagnosis maupun gejalanya, melainkan didasarkan pada kapasitasnya untuk memahami tujuan pemilu, alasan berpartisipasi, dan pemilihan calon.
Pertimbangan mendalam ODGJ untuk memilih terutama dikaitkan dengan fungsi kognitif atau kemampuan berpikir, mengendalikan agresivitas, dan berperilaku sesuai norma yang berlaku di masyarakat.
Komisi Pemilihan Umum sudah mengumumkan bahwa semua penyandang disabilitas termasuk disabilitas mental memiliki hak suara dalam pencoblosan 17 April 2019.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 ada lebih dari 500.000 ODGJ di Indonesia.
Sebanyak 3.500 orang di antaranya terdaftar dalam daftar pemilih dan akan terlibat dalam pesta demokrasi Indonesia 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.