Stigma masyarakat
ODGJ bukan hanya soal hilang akal seperti yang kebanyakan orang awam pikirkan. Gangguan jiwa merupakan penyakit yang bisa disembuhkan.
Stres berat, depresi, perilaku seks menyimpang juga termasuk dalam gangguan kesehatan jiwa yang bisa diobati.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia DKI Jakarta dr Nova Riyanti Yusuf Sp.KJ menjelaskan, penyakit gangguan jiwa terbagi menjadi dua, yakni gangguan neurotik dan gangguan psikotik.
Penderita gangguan jiwa psikotik telah kehilangan rasa kenyataan dan tidak bisa membedakan antara realita dan halusinasinya.
Gangguan jiwa ini bisa menimbulkan waham, halusinasi, dan kekacauan perilaku.
Contoh gangguan jiwa psikotik seperti skizofrenia, demensia, gangguan waham dan gangguan suasana hati yang berubah-ubah.
Sementara gangguan jiwa neurotik seperti depresi, stres, penyimpangan perilaku seksual, bipolar, gangguan kepribadian, gangguan kecemasan, dan lainnya yang penderitanya tidak bermasalah dengan perbedaan halusinasi dan kenyataannya.
Gangguan jiwa neurotik maupun psikotik juga memiliki kategori dari ringan hingga berat yang memengaruhi kondisi fisik dan psikis penderitanya.
Namun sekali lagi, jika penyakit kesehatan jiwa ditangani dengan baik, dapat disembuhkan sehingga membuat penderitanya bisa kembali menjalani fungsi kesehariannya atau bahkan memiliki pekerjaan.
Pasien gangguan jiwa yang sudah mendapatkan penanganan dari psikiater akan diberikan penilaian dari dokter bahwa ODGJ tersebut dalam kondisi yang baik dan bahkan bisa menjalani rawat jalan.
Jangan membayangkan pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit jiwa menetap di sana dalam waktu yang lama, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun.
Pasien gangguan jiwa sama halnya seperti pasien dengan gangguan kesehatan fisik, yaitu dirawat dan diobati secara intensif di rumah sakit dan diperbolehkan pulang jika dinilai kondisi kesehatannya mulai membaik.
Riyanti mengatakan, pasien gangguan jiwa disebut dalam kondisi yang stabil apabila dia bisa menjalani fungsi kesehariannya seperti merawat diri secara mandiri, tahu waktu untuk makan, mengerti harus minum obat, dan sebagainya.
Pada saat kondisi inilah ODGJ dikatakan bisa menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2019.
Sedangkan untuk ODGJ yang berada dalam kondisi akut, Riyanti mempercayai bahwa dengan sendirinya dia tidak memiliki kemampuan untuk memilih.