Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Arif Nurdiansah
Peneliti tata kelola pemerintahan

Peneliti tata kelola pemerintahan pada lembaga Kemitraan/Partnership (www.kemitraan.or.id).

Korupsi, Khianat Demokrasi

Kompas.com - 10/04/2019, 07:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DEMOKRASI yang ditandai dengan keterlibatan aktif masyarakat sipil dan media seharusnya memberi kekuatan pada pemberantasan korupsi, bukan sebaliknya, korupsi justru tumbuh subur dalam gegap gempita demokrasi.

Besarnya gelombang dukungan masyarakat sipil dan media terhadap gerakan pemberantasan korupsi seperti diabaikan, bahkan sejarah mencatat adanya upaya pelemahan yang kerap dilakukan.

Di era awal reformasi, kita masih ingat nasib Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) yang bubar ketika sedang mengusut dugaan suap sejumlah hakim agung.

Bila dibandingkan dengan badan-badan sejenis yang pernah dibentuk, Komisi Pemberantasan Korupsi paling memiliki daya tahan luar biasa. Berkali-kali dilemahkan, KPK mampu bertahan dari gempuran para koruptor.

Peran serta media, baik mainstream maupun sosial, serta partisipasi publik yang semakin kritis mendukung KPK menjadikan setiap upaya pelemahan terhadap KPK, baik melalui jalur formal (judicial review UU) maupun informal melalui kriminalisasi dapat dimentahkan.

Khianat demokrasi

Ironisnya, korupsi justru dilakukan oleh mereka yang diuntungkan oleh implementasi sistem demokrasi pascareformasi, salah satunya partai politik.

Peran partai dalam kehidupan demokrasi sangat dominan, mengajukan kader-kadernya untuk menduduki jabatan publik melalui pemilu legislatif, pilkada dan pilpres.

Kader partai terpilih berperan penting dalam setiap proses politik, baik di penganggaran, pengawasan maupun legislasi di lembaga legislatif, menentukan kebijakan strategis dan pelaksanaan pembangunan di pemerintahan serta peran-peran strategis lainnya.

Ironisnya, data KPK selama lima tahun terakhir semakin menunjukan bagaimana kader-kader partai yang menduduki jabatan seperti kepala lembaga/kementerian, anggota DPR, DPRD, gubernur maupun wali kota/bupati terjerumus dalam kubangan korupsi.

Pada 2018, tindak pidana korupsi yang melibatkan keempat jenis jabatan publik tersebut berjumlah 78 dari 129 kasus yang ditangani KPK. Padahal, pada 2017 hanya ada 34 dari 123 kasus, 2016 sejumlah 35 dari 99 kasus, dan 2015 berjumlah 29 dari 62 kasus.

Operasi tangkap tangan (OTT) Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy menjadi kasus terbaru demokrasi dicederai.

Pada sisi lain, kasus Romy membuktikan sedikitnya dua kerusakan yang dapat ditimbulkan dari praktik bejat penuh kecurangan bernama korupsi.

Pertama, fakta bahwa praktik shadow state benar-benar terjadi. Setelah sebelumnya publik dihebohkan praktik serupa ketika Lutfi Hasan Ishaaq, mantan Ketua Umum Partai Keadilan Sejahtera, terbukti terlibat dalam korupsi daging sapi.

Kendati Romy maupun Lutfi bukan pimpinan kementerian, namun sebagai ketua umum partai keduanya dapat menentukan kebijakan di sebuah kementerian yang dipimpin oleh salah seorang kadernya.

Pada level yang lebih luas, praktik ini akan membahayakan proses tata kelola pemerintahan, di mana kebijakan yang seharusnya dibuat matang berdasar pada data dan pengetahuan yang ada dapat secara mudah diubah sesuai keinginan seseorang atau sekelompok orang yang tidak berkenan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com