Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Timses Jokowi Tawarkan Pendekatan Ekosistem untuk Penanganan Korupsi Politik

Kompas.com - 05/04/2019, 22:00 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Budiman Sudjatmiko memandang penanganan korupsi politik perlu menggunakan pendekatan ekosistem.

Menurut Budiman, interaksi antara partai politik, elite politik, kelompok korporasi dan masyarakat sipil harus ditata untuk menekan kejahatan korupsi politik.

"Kami menawarkan pendekatan ekosistem, sistematis baik kultur dan struktur. Dengan cara pendekatan analitis menghitung semua faktor-faktor, tokoh politik, partai politik, kelompok korporasi, kelompok civil society dan sebagainya," kata Budiman dalam debat antikorupsi di Graha Bimasena, Jakarta, Jumat (5/4/2019) malam.

Baca juga: Rendahnya Komitmen Partai Politik dan Retorika Pemberantasan Korupsi

Budiman mencontohkan, pembenahan ekosistem politik salah satunya meningkatkan kualitas partai politik. Hal itu agar partai bisa diakses atau dijangkau oleh orang-orang secara setara.

Sehingga pengelolaannya diisi orang-orang yang berintegritas.

"Karenanya negara at least sekarang harus mengambil alih sebagian tanggung jawab kualitas parpol, sehingga negara harus melakukan investasi dalam bentuk anggaran untuk pembiayaan parpol," ujar dia. 

Menurut dia, hal itu juga bisa mencegah partai sebagai instrumen politik dikuasai elite tertentu saja. Pengelolaan partai nantinya juga harus transparan dan akuntabel ketika dibiayai negara.

Di sisi lain, Budiman juga menyoroti interaksi partai dengan korporasi yang perlu ditata. Sebab, partai juga terkadang menerima dana dari pengusaha.

Baca juga: KPK: Hotel Tidak Setor Pungutan Pajak Termasuk Korupsi

Menurut Budiman, salah satu negara yang mengatur dengan baik interaksi partai politik dengan korporasi, masyarakat sipil, dan lainnya, adalah Jerman.

"Keterikatan dengan partai-partai, hubungannya dengan korporasi swasta, negara, dengan civil society, dan apapun semuanya diatur. Apakah ini over regulated? Mari kita lihat sejauh mana kita sebagai bangsa, sebagai insan politik bisa membangun ekosistem demokrasi yang kuat," ujarnya.

"Sebagaimana membangun ekosistem inovasi yang cerdas dan sebagaimana membangun ekosistem usaha yang transparan, fair, partisipatori, bebas, mendorong pertumbuhan, kolaborasi segala macamnya, saya kira itu," pungkasnya.

Kompas TV KPK menduga terjadi praktik bagi uang secara massal kepada pejabat Kementerian PUPR dalam dugaan kasus suap di proyek sistem penyediaan air minum. KPK tercatat telah menyita uang dari puluhan pejabat Kementerian PUPR. Kasus dugaan suap proyek SPAM di Kementrian PUPR terus berlanjut. Yang terbaru KPK menyita uang Rp 46 milyar dari 75 orang dimana 69 diantaranya merupakan pejabat di Kementrian PUPR. Uang suap senilai Rp 46 milyar ini terbagi dalam 14 mata uang. Apakah metode suap menggunakan mata uang asing masih jadi trik para koruptor? Lalu bagaimana mencegah pola suap untuk memuluskan lelang proyek kembali berulang? Kita bahas bersama Juru Bicara KPK, Febri Diansyah. #SuapProyekAir #KPK #KementerianPUPR
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Akan Ladeni Argumen Eks Karutan yang Singgung Kemenangan Praperadilan Eddy Hiariej

KPK Akan Ladeni Argumen Eks Karutan yang Singgung Kemenangan Praperadilan Eddy Hiariej

Nasional
Menlu Retno Beri Penjelasan soal Tekanan agar Indonesia Normalisasi Hubungan dengan Israel

Menlu Retno Beri Penjelasan soal Tekanan agar Indonesia Normalisasi Hubungan dengan Israel

Nasional
'One Way', 'Contraflow', dan Ganjil Genap di Tol Trans Jawa Sudah Ditiadakan

"One Way", "Contraflow", dan Ganjil Genap di Tol Trans Jawa Sudah Ditiadakan

Nasional
Kakorlantas Minta Maaf jika Ada Antrean dan Keterlambatan Selama Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

Kakorlantas Minta Maaf jika Ada Antrean dan Keterlambatan Selama Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

Nasional
KPK Sebut Tak Wajar Lonjakan Nilai LHKPN Bupati Manggarai Jadi Rp 29 Miliar dalam Setahun

KPK Sebut Tak Wajar Lonjakan Nilai LHKPN Bupati Manggarai Jadi Rp 29 Miliar dalam Setahun

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, KPU Bawa Bukti Tambahan Formulir Kejadian Khusus Se-Indonesia

Serahkan Kesimpulan ke MK, KPU Bawa Bukti Tambahan Formulir Kejadian Khusus Se-Indonesia

Nasional
Tim Hukum Anies-Muhaimin Serahkan 35 Bukti Tambahan ke MK

Tim Hukum Anies-Muhaimin Serahkan 35 Bukti Tambahan ke MK

Nasional
PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

PPP Siap Gabung, Demokrat Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

PDI-P Jaring Nama Potensial untuk Pilkada DKI 2024, yang Berminat Boleh Daftar

Nasional
Hasto Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Hasto Sebut "Amicus Curiae" Megawati Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Nasional
Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nasional
PDI-P Dukung PPP Lakukan Komunikasi Politik supaya 'Survive'

PDI-P Dukung PPP Lakukan Komunikasi Politik supaya "Survive"

Nasional
PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

Nasional
Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com