Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal OSO, KPU Lembaga Independen yang Tak Bisa Diintervensi

Kompas.com - 05/04/2019, 16:53 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga independen yang tidak bisa diintervensi oleh pihak mana pun, termasuk oleh pemerintah.

Pernyataan ini disampaikan Feri menanggapi surat dari Istana Kepresidenan yang meminta KPU menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT.

Putusan PTUN itu membatalkan surat keputusan (SK) KPU tentang Daftar Calon Tetap (DCT) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang tak memuat nama Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO).

Menurut Feri, KPU bukan bagian dari lembaga eksekutif yang bisa dicampuri oleh Presiden.

Baca juga: Timses Jokowi Yakin surat Istana ke KPU soal OSO Bukan Langkah Blunder

"KPU itu kan lembaga independen ya, dia bukan di ranah eksekutif," kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Jumat (5/4/2019).

Munculnya surat dari Istana, kata Feri, karena mereka hanya melihat kasus pencalonan OSO dari sudut pandang Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Dalam Pasal 116 ayat 6 disebutkan bahwa pemerintah, dalam hal ini Presiden, bisa menyurati ruang-ruang kekuasaan eksekutif untuk mematuhi untuk memenuhi putusan PTUN.

Pemerintah punya tugas mengingatkan institusi-institusi tertentu untuk menjalankan PTUN lantaran PTUN merupakan peradilan kebijakan. Peradilan kebijakan itu muncul dari lembaga eksekutif.

Sementara, KPU bukan bagian dari lembaga eksekutif sehingga tak boleh ada intervensi dari pihak lain.

Baca juga: Fahri Hamzah: Surat Jokowi ke KPU agar OSO Jadi Caleg DPD adalah Konyol

"Karena ini ptusan PTUN berkaitan dengan KPU, mestinya nggak perlu kemudian pemerintah ikut campur, apalagi ini kan ruang-ruang kebijakan pemilu," ujar Feri.

Apalagi, sikap yang diambil KPU tak memasukkan nama OSO berlandaskan pada putusan MK nomor 30/2018 yang melarang calon anggota DPD memiliki jabatan kepengurusan di partai politik.

"Jadi bukannya KPU tidak mau taat putusan PTUN, tapi karena ada putusan yang jauh lebih tinggi memaknai UU Pemilu. Tidak hanya memaknai kebijakan KPU," kata Feri.

Feri menambahkan, sikap KPU yang tetap tak memasukkan nama OSO ke DCT sudah benar dan berdasar pada putusan MK.

Istana Kepresidenan mengirimkan surat kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta agar Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) bisa mencalonkan diri sebagai calon anggota Dewan Pimpinan Daerah (DPD) periode 2019-2024.

Baca juga: Istana Hormati KPU yang Tetap Tolak OSO jadi Caleg DPD

Surat yang diteken oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno tersebut sudah dikirim sejak 22 Maret lalu, namun baru beredar pada Kamis (4/4/2019).

Dalam surat itu, Pratikno yang mengaku diperintah Presiden Joko Widodo meminta KPU menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT.

Putusan PTUN itu membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD.

KPU tetap pada keputusannya, menolak untuk memasukkan nama OSO ke DCT.

Lembaga penyelenggara pemilu itu mengaku berpegang pada putusan MK nomor 30/2018 yang melarang calon anggota DPD memiliki jabatan kepengurusan di partai politik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com