Soal PKI, saya bertanya, apakah itu masih ada di Indonesia? Ia menjawab, “Ada atau tidak ada, maka harus tidak ada."
"Ada Peraturan dalam Tap MPR yang hingga saat ini masih berlaku dan melarang organisasi PKI. Itu akan menjadi pegangan bagi bangsa ini," kata dia.
TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI memang masih berlaku hingga kini. Ketetapan MPR tersebut mengatur tentang pembubaran PKI, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham Komunis/ Marxisme-Leninisme.
Beranjak dari isu PKI, saya bertanya tentang isu khilafah di Pemilu 2019 ini. Adakah ia mengancam dan memiliki kekuatan yang cukup untuk mengganti ideologi Pancasila?
Khilafah secara organisasi adalah nyata. Pemerintah telah melarang gerakannya. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang mengusung ide pemerintahan Khilafah dibubarkan melalui Perpu Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Sama seperti isu Komunisme, soal Khilafah Wiranto juga menjawab, "Tidak boleh ada organisasi manapun yang akan mengganti kesepakatan final, Pancasila!"
Wawancara lengkap saya dengan Wiranto terkait hal ini ditayangkan lengkap dalam Program AIMAN yang tayang di KompasTV pada Senin, 1 April 2019.
Wiranto juga menjawab soal tudingan yang sempat dilemparkan Kivlan Zein, mantan Kepala Staf Kostrad. Kivlan menuding Wiranto berada di balik kerusuhan Mei 1998!
"Saya mendapat amanat melalui Inpres Nomor 16 Tahun 1998 langsung dari Presiden (Soeharto), sebagai Panglima ABRI saat itu, untuk melakukan segala upaya yang dianggap perlu, dalam posisi sebagai Panglima Komando Operasi Kewaspadaan dan Keselamatan Nasional," jawab Wiranto.
AIMAN mendapatkan eksklusif salinan Inpres ini. Isinya, memberi kewenangan kepada Wiranto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu termasuk peniadaan sumber-sumber gangguan dalam hura-hara Mei '98.
Saya bertanya, apakah Inpres itu mirip dengan Supersemar 1966? Ia menjawab, iya.
Wiranto menjelaskan, dengan wewenang demikian besar dalam posisinya sebagai Panglima Komando Operasi Kewaspadaan dan Keselamatan Nasional apapun bisa dilakukan termasuk mengkudeta pemerintahan.
"Negara sudah dalam keadaan tak tentu, dan pasukan berada di bawah komando saya, bisa dilakukan pengambilalihan kekuasaan, tapi tidak saya lakukan!"
Ia menambahkan, "Dalam teori (intelijen perang), salah satu cara untuk mengambil alih kekuasaan adalah menciptakan kerusuhan. Nah, kerusuhan ini sudah ada, lalu saya tidak mengambil kekuasaan, apakah logikanya masuk saya yang membuat kerusuhan itu?"
Ada jawaban Wiranto yang mengejutkan saat saya bertanya tentang pernyataan Mantan Kepala BIN Jenderal (Purn) AM Hendropriyono yang menyebut bahwa dalam Pemilu kali ini ada dua ideologi yang saling berhadapan yaitu Pancasila dan Khilafah. Simak dalam tayangan AIMAN.
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!