Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aiman Witjaksono
Jurnalis

Jurnalis

Situasi Paling Akhir Jelang Coblosan

Kompas.com - 02/04/2019, 22:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Soal PKI, saya bertanya, apakah itu masih ada di Indonesia?  Ia menjawab, “Ada atau tidak ada, maka harus tidak ada."

"Ada Peraturan dalam Tap MPR yang hingga saat ini masih berlaku dan melarang organisasi PKI. Itu akan menjadi pegangan bagi bangsa ini," kata dia.

TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI memang masih berlaku hingga kini. Ketetapan MPR tersebut mengatur tentang pembubaran PKI, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham Komunis/ Marxisme-Leninisme.

Beranjak dari isu PKI, saya bertanya tentang isu khilafah di Pemilu 2019 ini. Adakah ia mengancam dan memiliki kekuatan yang cukup untuk mengganti ideologi Pancasila?

Khilafah secara organisasi adalah nyata. Pemerintah telah melarang gerakannya. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang mengusung ide pemerintahan Khilafah dibubarkan melalui Perpu Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Sama seperti isu Komunisme, soal Khilafah Wiranto juga menjawab, "Tidak boleh ada organisasi manapun yang akan mengganti kesepakatan final, Pancasila!"

Menjawab tudingan Kivlan

Wawancara lengkap saya dengan Wiranto terkait hal ini ditayangkan lengkap dalam Program AIMAN yang tayang di KompasTV pada Senin, 1 April 2019.

 

Wiranto juga menjawab soal tudingan yang sempat dilemparkan Kivlan Zein, mantan Kepala Staf Kostrad. Kivlan menuding Wiranto berada di balik kerusuhan Mei 1998! 

"Saya mendapat amanat melalui Inpres Nomor 16 Tahun 1998 langsung dari Presiden (Soeharto), sebagai Panglima ABRI saat itu, untuk  melakukan segala upaya yang dianggap perlu, dalam posisi sebagai Panglima Komando Operasi Kewaspadaan dan Keselamatan Nasional," jawab Wiranto.

AIMAN mendapatkan eksklusif salinan Inpres ini. Isinya, memberi kewenangan kepada Wiranto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu termasuk peniadaan sumber-sumber gangguan dalam hura-hara Mei '98.

Saya bertanya, apakah Inpres itu mirip dengan Supersemar 1966? Ia menjawab, iya.

Wiranto menjelaskan, dengan wewenang demikian besar dalam posisinya sebagai Panglima Komando Operasi Kewaspadaan dan Keselamatan Nasional apapun bisa dilakukan termasuk mengkudeta pemerintahan.

"Negara sudah dalam keadaan tak tentu, dan pasukan berada di bawah komando saya, bisa dilakukan pengambilalihan kekuasaan, tapi tidak saya lakukan!"

Ia menambahkan, "Dalam teori (intelijen perang), salah satu cara untuk mengambil alih kekuasaan adalah menciptakan kerusuhan. Nah, kerusuhan ini sudah ada, lalu saya tidak mengambil kekuasaan, apakah logikanya masuk saya yang membuat kerusuhan itu?"

Ada jawaban Wiranto yang mengejutkan saat saya bertanya tentang pernyataan Mantan Kepala BIN Jenderal (Purn) AM Hendropriyono yang menyebut bahwa dalam Pemilu kali ini ada dua ideologi yang saling berhadapan yaitu Pancasila dan Khilafah. Simak dalam tayangan AIMAN.

Saya Aiman Witjaksono...
Salam! 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com