Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hashim: Kalau Ada DPT Palsu dan Tidak Dihapus KPU, Konsekuensinya Pidana...

Kompas.com - 01/04/2019, 19:50 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengingatkan bahwa Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat dijerat pidana penjara jika tidak menindaklanjuti temuan pihaknya mengenai 17,5 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) janggal.

"Kalau ada data yang jelas palsu dan tidak dihapus KPU, konsekuensi bagi pejabat KPU dan terkait cukup keras, bisa pidana," ujar Direktur Komunikasi dan Media BPN Hashim Djojohadikusumo di konferensi pers yang digelar di Grand Ballroom Ayana Hotel, Jakarta Pusat, Senin (1/4/2019).

Diketahui, tim IT BPN menemukan sejumlah 17,5 juta DPT Pemilu 2019 janggal. Beberapa temuan antara lain ada 9,8 juta nama yang memiliki tanggal lahir sama, ada nama dalam DPT yang terbukti tidak memiliki KTP elektronik, bahkan ada nama dalam DPT yang memiliki NIK sama.

Baca juga: Hashim Sebut KPU Konyol, Ini Sebabnya...

Hashim menyarankan, lebih baik KPU merevisi DPT janggal tersebut pada sisa masa waktu sebelum pencoblosan 17 April 2019. Sebab, jika pencoblosan masih menggunakan DPT bermasalah, maka itu akan menimbulkan potensi protes pada saat rekapitulasi.

"Jangan sampai hasil Pemilu atau Pilpres sampai di tingkat kabupaten, nanti dipersoalkan. Saya kira cukup hangat dan memanas," ujar Hashim.

Tim IT BPN Agus Maksun menambahkan, ancaman jerat hukum bagi pejabat KPU yang membiarkan DPT bermasalah termaktub dalam Pasal 512 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Bunyi pasal itu, yakni "Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/ Kota, PPK, PPS, dan atau PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/ Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/ Desa dan atau Panwaslu LN di dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara hasil perbaikan, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, daftar pemilih tambahan, daftar pemilih khusus dan atau rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta".

Agus mengatakan, temuan pihaknya itu sudah dilaporkan ke Bawaslu sehingga temuannya termasuk dalam kategori temuan Bawaslu yang harus ditindaklanjuti KPU.

"Karena ini sudah kami terlanjur melaporkan ke Bawaslu, maka ini menjadi sebuah temuan Bawaslu juga. Jika nanti, misalnya (DPT) harus dicoret, tapi tetap ada, itu bisa menjadi persoalan hukum terhadap KPU," ujar Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com