JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie berpesan supaya masyarakat jangan memusuhi para mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), namun agar mereka diedukasi untuk memahami dan kembali pada Pancasila.
"Jangan dimusuhi termasuk mantan-mantan HTI, mereka bukan musuh, tapi mereka kelompok yang perlu dididik, dicerahkan," kata Jimly dalam acara Sarasehan bertajuk "Peran Umat Islam Dalam Mempelopori, Mendirikan, Mengawal dan Membela NKRI" di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jakarta, Senin (1/4/2019), seperti dikutip Antara.
Baca juga: Prabowo Sebut Kejam Tuduhan Dirinya Bela Khilafah dan Akan Ubah Pancasila
Ia mengimbau agar tokoh masyarakat dan tokoh agama melakukan pendekatan lunak terhadap para mantan anggota HTI ini.
"Jangan semua didekati secara hukum. Beri pendidikan, beri pencerahan, dirangkul," katanya.
Jimly mengatakan, Pancasila adalah ideologi negara yang sudah disepakati bersama oleh para pendiri bangsa.
Baca juga: Maruf Amin: HTI Bukan Ditolak, tetapi Tertolak...
Untuk itu, bangsa Indonesia harus menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan menjaga kedaulatan NKRI sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
"Kita adalah bangsa yang sudah sepakat dengan Pancasila. Komitmen untuk menjaga NKRI sudah final. Pancasila pun sudah final," kata mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini.
Mahkamah Agung sebelumnya menolak kasasi yang diajukan HTI terkait putusan pemerintah yang mencabut badan status badan hukum HTI.
Dengan demikian, Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 Tahun 2017 tentang Pencabutan Status Badan Hukum HTI tetap berlaku.
Baca juga: MA Tolak Kasasi HTI
Pada 7 Mei 2018, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan yang diajukan pihak HTI terhadap Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Majelis Hakim PTUN Jakarta menilai, ormas HTI terbukti ingin mendirikan negara khilafah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
HTI ingin mendirikan negara Khilafah Islamiyah di NKRI tanpa ikut pemilu dan hal tersebut sudah dalam bentuk aksi dan bukan hanya konsep atau pemikiran.
Menurut Majelis hakim, perjuangan mendirikan khilafah tanpa adanya demokrasi dan pemilu adalah hal yang bertentangan dengan Pancasila. Aksi dan pemikiran itu sudah tidak dalam konsep nasionalisme.
Oleh karena itu, Majelis Hakim menilai, HTI telah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang tentang Ormas.
Sesuai UU itu, Menteri Hukum dan HAM pun berhak mencabut status badan hukum HTI melalui Surat Keputusan Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017.
Selain itu, Majelis hakim menilai HTI sudah salah sejak awal kelahirannya sebagai organisasi massa.
Harusnya, menurut Hakim, HTI mendaftarkan diri sebagai partai politik karena mempunyai tujuan politik.
Berdasarkan keterangan saksi dan ahli serta bukti yang dihadirkan di persidangan, HTI sama dengan Hizbut Tahrir yang ada di seluruh dunia.
Mereka sama-sama memperjuangkan dan menegakkan Khilafah Islamiyah yang bersifat global.
Meski demikian, berbeda dengan di negara lain, HTI tidak didaftarkan menjadi partai politik, tapi perkumpulan berbadan hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.