DEBAT keempat yang digelar 30 Maret 2019 mendapat penilaian yang cukup baik oleh banyak kalangan: pengamat, analis, psikolog, media maupun dari para jubir TKN-BPN.
Debat relatif berbobot secara konten, karena penyanggahan argumentasi sudh lebih berjalan ketimbang ketiga debat sebelumnya yang terkesan sangat normatif dan sekadar menggugurkan kewajiban yang sudah dibuat oleh KPU.
Tema debat keempat adalah ideologi, pemerintahan, pertahanan dan keamanan, dan hubungan internasional.
Tema ideologi sebagai salah satu yang diangkat menjadi perhatian serius bagi Indonesia ke depan. Sejak merdeka pada 17 Agustus 1945, Indonesia memilih Pancasila sebagai ideologi negara.
Dalam perjalanannya sebagai bangsa yang baru lepas dari cengkeraman kolonialisme Portugis, Belanda, dan Jepang tentu tidaklah mudah menyatukan kepelbagaian suku, ras, agama, golongan, bahasa, budaya, yang ada di negeri ini dalam satu wajah ideologi yang menjadi kesepakatan bersama dari berbagai kelompok tersebut setelah melalui perdebatan maupun diskusi mendalam dari masing-masing perwakilan.
Pancasila bukanlah barang yang tiba-tiba turun dari langit. Ia digali oleh para pendiri bangsa yang mewakafkan pemikirannya bagi seluruh generasi negeri ini.
Masing-masing menurunkan ego sektoral mereka demi mewujudkan Indonesia yang nyaman lahir batin untuk didiami seluruh komponen bangsa yang ada tanpa terkecuali.
Pancasila bukan didasarkan oleh pemahaman satu agama, etnis, ras, maupun golongan. Ia dirancang bersama-sama setelah pergulatan mendalam demi Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri kokoh disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia.
Persoalan ideologi menjadi salah satu problem serius yang dihadapi bangsa ini. Riset yang dilakukan oleh IDB Research Institute mendapatkan, 19,5% (1 dari 5) generasi milenial mengaku setuju dengan sistem khilafah. Riset dilakukan pada 20 Agustus-6 September 2018 di 12 kota besar dengan 1.400 responden.
Sistem khilafah selama ini didengung-dengungkan di ruang publik oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), sebuah organisasi politik yang menyeruak dengan lantang pasca-reformasi 1998.
Di masa Orde Baru organisasi politik macam HTI hampir pasti “digebuk” oleh negara karena merongrong ideologi Pancasila.
Kasak-kusuk HTI di berbagai kampus negeri bergengsi di beberapa kota akhirnya tumbang di bawah pemerintahan Presiden Jokowi-Jusuf Kalla.
Awal pembubaran HTI sempat menuai kontroversi karena dianggap tidak melalui mekanisme hukum.
Namun, sesungguhnya ada yang dilupakan oleh publik. HTI sebagai organisasi politik yang tidak pernah mengakui sistem demokrasi justru tumbuh berkembang karena sistem demokrasi.
Hal tersebut layaknya tamu yang masuk ke rumah kita, lalu tamu tersebut tidak mengakui sang pemilik. Sebuah kesesatan berpikir yang justru dimaklumi oleh beberapa kalangan.
Ideologi merupakan pondasi. Visi misi sebuah bangsa di masa kini dan mendatang akan berdiri di atas ideologi itu.
Problem utama Indonesia hari ini yaitu korupsi yang akut, lingkungan alam yang makin rusak akibat ulah manusia, rendahnya minat baca generasi muda, disparitas pendidikan, disparitas ekonomi, untuk menyebut beberapa.
Di luar persoalan di atas, di depan mata juga telah menghadang persoalan industri 4.0 dan 5.0, padahal infrastruktur dan sumber daya manusia kita masih jauh panggang dari api.
Kalau masih muncul ketidaksepakatan terhadap Pancasila sebagai dasar negara, maka lengkap sudah masalah Indonesia.
Pada saat bangsa-bangsa lain makin mengudara di angkasa kita masih berkutat pada persoalan ideologi. Hal ini sama saja kita tidak menghargai para negarawan yang mendirikan republik ini dengan darah dan air mata.
Momentum Pemilu 2019 ini sangat diharapkan melahirkan wakil-wakil rakyat yang bermental negarawan. Pun dengan kandidat dua capres-cawapres yang tidak lama lagi akan kita pilih pada 17 April 2019.
Dalam debat keempat pasangan 01 dan 02 menegaskan bahwa Pancasila sudah final. Kedua kandidat bertekad untuk menjaganya. Keduanya juga menyatakan akan memasukkan nilai-nilai Pancasila dalam materi pendidikan sejak usia dini hingga strata tiga.
Tentu saja komitmen keduanya harus diwujudkan dengan keberanian mereka menyeleksi kelompok-kelompok pendukungnya yang terbukti hendak merongrong ideologi Pancasila, termasuk para aktivis HTI yang masih bergentayangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.