JAKARTA, KOMPAS.com - Litbang Kompas memastikan institusinya tidak memiliki kecenderungan terhadap pasangan calon tertentu dalam melakukan survei.
Hal itu disampaikan peneliti Litbang Kompas Toto Suryaningtyas saat acara diskusi bertajuk "Analisis Hasil Survei: Mengapa Bisa Beda?", di Upnormal Coffee, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019).
Baca juga: 7 Fakta Hasil Survei Litbang Kompas, Unggul di Wilayah Basis hingga Soal Militansi Pendukung
Toto mengungkapkan pernyataan tersebut terkait hasil survei terbaru Litbang Kompas dengan hasil yang cenderung berbeda dari survei lain.
"Dari kami sejak awal itu tidak ada, skenario atau setting atau intensi atau perilaku, baik dalam penyusunan konsep, penurunan kuesioner, pengambilan data, tahap analisa, itu tidak ada kecondongan apapun baik kepada 01 maupun 02," kata Toto.
Dalam survei Litbang Kompas pada 22 Februari-5 Maret 2019, menunjukkan penurunan elektabilitas pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan kenaikan elektabilitas Prabowo-Sandi.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Maruf Disukai karena Agama, Sandiaga karena Pendidikan dan Usia Muda
Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf turun 3,4 persen, dari 52,6 persen di Oktober 2018 menjadi 49,2 persen.
Di sisi lain, Prabowo-Sandi mengalami kenaikan 4,7 persen, dari 32,7 persen menjadi 37,4 persen. Selisih suara antara kedua pasangan menyempit menjadi 11,8 persen.
Menurut Toto, setiap peneliti Litbang Kompas tentu memiliki pilihan politik masing-masing, yang merupakan urusan personal.
Baca juga: Siapa Cawapres yang Paling Berperan Tingkatkan Elektabilitas? Ini Hasil Litbang ”Kompas”...
Kendati demikian, ia mengatakan bahwa hasil survei tersebut tak berhubungan dengan pilihan politik apa pun dan siapa pun.
"Masing-masing peneliti kami, ada puluhan peneliti, mungkin ada kecondongan tapi itu urusan personal. Begitu urusan hasil survei, ini dia netral, dia bersih dari tendensi-tendensi," ungkapnya.
Ia pun menilai ada narasi tertentu yang beredar di publik, yang mendorong persepsi-persepsi tertentu terkait hasil survei itu.
"Jadi kalau sekarang hasilnya semacam itu mungkin ada narasi-narasi yang mendorong bagi publik untuk mengira bahwa kami mempunyai maksud tertentu," ujar dia.