Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Salah Paham, Tak Semua Orang dengan Gangguan Jiwa Bisa Mencoblos

Kompas.com - 21/03/2019, 20:26 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kebijakan Komisi Pemilihan Umum yang memasukkan orang dengan gangguan jiwa ke dalam daftar pemilih menimbulkan polemik.

Namun, polemik ini tampaknya diakibatkan kesalahpahaman di masyarakat. Banyak yang mengira semua orang dengan gangguan jiwa, termasuk yang berkeliaran di jalan, dapat mencoblos dalam Pemilu 2019.

Merujuk Pasal 4 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2018, tidak semua warga negara yang mengalami gangguan jiwa diizinkan berpartisipasi memberikan suara dalam Pemilu 2019.

"Pemilih yang sedang terganggu jiwa/ingatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, sehingga tidak memenuhi syarat sebagai pemilih, harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter," demikian bunyi ayat tersebut.

Berdasarkan peraturan tersebut, diketahui bahwa mereka yang mengalami gangguan jiwa, namanya baru dapat tercantum sebagai daftar pemilih tetap setelah mengantongi surat keterangan dari dokter.

Salah satu tempat yang akan membuka TPS bagi mereka yang mengalami gangguan jiwa adalah Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta. Penyelanggaraan pemilu nanti adalah kali pertama bagi salah satu dari tiga RSJ milik pemerintah di Jawa Tengah ini.

Baca juga: Penderita Gangguan Jiwa Tak Didampingi Saat Mencoblos dalam Pemilu 2019

Kepala Humas RSJD Surakarta Totok Hardiyanto memberikan penjelasan senada terkait siapa saja yang berhak menjadi pemilik suara, saat ditemui di ruangan kerjanya, Rabu (20/3/2019) kemarin.

"Kriterianya, asal diizinkan oleh dokter ahli jiwanya. Ada ujiannya, mereka wawancara begitu. Setelah dirasa sesuai, dokter tersebut memberikan surat layak. Ya sudah, kami kewenangannya ada di dokter jiwa," kata Totok.

Dengan begitu, tidak semua pasien yang dirawat memiliki hak untuk memilih calon pemimpin bangsa.

Ketentuan ini muncul mengingat pasien yang dirawat memiliki tingkat keparahan yang beragam. Mulai dari gangguan yang masih akut, ringan, hingga sudah dalam kondisi tenang.

"Berpikirnya jangan hanya orang stres seperti yang di jalan, telanjang, nanti berarti di (TPS) sini yang memilih orang-orang begitu. Kan di sini sudah ada penanganan," kata Totok.

Berdasarkan penjelasan dari dokter jiwa di RSJD Surakarta, dr Aliyah Himawati Rizkiyani, SpKJ, pasien akan diperiksa untuk mengetahui apakah ia layak atau tidak menjadi seorang pemilik suara.

Pemeriksaan itu juga tidak dilakukan kepada seluruh pasien, melainkan hanya kepada pasien yang sudah tergolong tenang dan dapat diajak berkomunikasi.

"Nanti kita kan bisa melihat, kalau memang pasien dalam perjalanan sakitnya itu tidak bisa ke arah situ (menjadi pemilih) ya tidak kita beri. Jadi yang memungkinkan, misalnya yang sudah di bangsal tenang," kata Aliyah.

"Yang memungkinkan dia bisa menjawab itu. Kalau yang di bangsal akut seperti ini kan masih bingung banget, enggak memungkinkan,” tuturnya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com