JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan penyebar berita bohong atau hoaks dapat dijerat dengan Undang-undang (UU) Terorisme jika orang tersebut merupakan bagian dari jaringan terorisme.
Kendati demikian, hal itu tergantung dari fakta hukum yang ditemukan penyidik.
"Iya seperti itu, tapi sangat tergantung kontruksi dan fakta hukum oleh penyidik," kata Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (21/3/2019).
Baca juga: Wiranto: Kalau Masyarakat Diancam dengan Hoaks untuk Tak ke TPS, Itu Terorisme
Menurut Dedi, jika pelaku menimbulkan rasa teror, ia dapat disangkakan Pasal 1 UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UU.
Namun, penyidik perlu mendalami latar belakang, unsur kesengajaan, hingga meminta pendapat para saksi ahli untuk menetapkan pasal yang disangkakan.
"Tentu intimidasi psikologis itu bisa dikenakan juga Pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 2018 apabila pelakunya memiliki jaringan atau masuk ke dalam satu jaringan terorisme," ungkapnya.
Baca juga: Wiranto Sebut Hoaks Meneror Psikologis Masyarakat
Akan tetapi, jika pelaku merupakan masyarakat biasa, akan dijerat dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) atau UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Dedi juga mengatakan bahwa dalam konteks pemilu, pemegang kendalinya adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Jika yang melakukan pelanggaran pemilu adalah anggota timses, Bawaslu akan memprosesnya. Namun, ketika yang melakukan pelanggaran merupakan rakyat biasa, kasusnya akan dilimpahkan kepada kepolisian.
Baca juga: Menurut Wiranto, Suhu Politik Memanas di Medsos, di Lapangan Terkendali
Dedi pun kembali mengungkapkan bahwa pasal yang disangkakan akan tergantung pada fakta yang ada.
"Kita juga tidak mudah dan secara gampang menerapkan pasal-pasal terhadap seseorang. Perlu kita melakukan satu kajian dulu," tutur dia.
Sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto meminta aparat penegak hukum tak ragu memberantas hoaks yang mengancam suksesnya penyelenggaraan Pemilu 2019. Sebab, saat ini banyak hoaks yang disebarkan dan mengancam kesukesan penyelenggaraan Pemilu 2019.
Baca juga: Wiranto Jamin Kampanye Akbar Pemilu 2019 Berlangsung Aman
Ia lantas menyamakan hoaks yang mengancam agar masyarakat tak mensukseskan Pemilu 2019 sebagai tindakan terorisme.
"Terorisme itu ada yang fisik ada yang non fisik. Tapi kan teror. Karena menimbulkan ketakutan. Terorisme itu kan menimbulkan ketakutan di masyarakat. Kalau masyarakat diancam dengan hoaks untuk tidak ke TPS, itu sudah terorisme," ujar Wiranto usai memimpin rapat kesiapan penyelenggaraan Pemilu 2019 di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (20/3/2019).
"Untuk itu maka kita gunakan Undang-undang Terorisme agar aparat keamanan waspada ini. Tangkap saja yang menyebarkan hoaks, yang menimbulkan ketakutan di masyarakat, karena itu meneror," lanjut Wiranto.