JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham dituntut lima tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Idrus juga dituntut membayar denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.
"Kami menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar jaksa Lie Putra Setiawan saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Dalam pertimbangan, jaksa menilai, perbuatan Idrus tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi.
Namun, Idrus bersikap sopan selama persidangan. Idrus juga belum pernah dipidana. Selain itu, Idrus tidak menikmati hasil pidana yang dilakukan.
Baca juga: Minta 2,5 Juta Dollar AS untuk Jadi Ketum Golkar, Idrus Mengaku Cuma Berkelakar
Menurut jaksa, Idrus terbukti menerima suap Rp 2,250 miliar. Uang tersebut diberikan oleh pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.
Dalam kasus ini, Idrus didakwa bersama-sama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih. Eni merupakan anggota Fraksi Partai Golkar.
Menurut jaksa, pemberian uang tersebut diduga agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Baca juga: Kasus PLTU Riau-1, Politisi Golkar Eni Maulani Divonis 6 Tahun Penjara
Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
Awalnya, Kotjo melalui Rudy Herlambang selaku Direktur PT Samantaka Batubara mengajukan permohonan dalam bentuk IPP kepada PT PLN Persero terkait rencana pembangunan PLTU.
Namun, karena tidak ada kelanjutan dari PLN, Kotjo menemui Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.
Kotjo meminta bantuan Novanto agar dapat dipertemukan dengan pihak PLN.
Baca juga: 5 Poin Keterangan Setya Novanto dalam Persidangan Idrus Marham
Kemudian, Novanto mempertemukan Kotjo dengan Eni yang merupakan anggota Fraksi Golkar yang duduk di Komisi VII DPR, yang membidangi energi.
Selanjutnya, menurut jaksa, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir.
Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.