JAKARTA, KOMPAS.com - Warga Negara Indonesia (WNI) yang tidak masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) masih bisa mencoblos dalam Pemilu 2019 dengan menggunakan kartu identitas. Namun, kartu identitas yang bisa digunakan hanya Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik.
Hal ini menjadi kesepakatan antara Komisi II DPR, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam rapat yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (19/3/2019).
"Komisi II, KPU RI, dan Bawaslu RI sepakat bahwa masyarakat yang tidak terdaftar di DPT maka boleh menggunakan hak pilihnya hanya menggunakan KTP elektronik sesuai peraturan perundang-undangan," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Nihayatul Wafiroh.
Baca juga: Temuan DPT Tak Wajar: Ribuan Orang di Satu KK Hingga Pemilih yang Belum Lahir
Artinya, kata Nihayatul, penggunaan surat keterangan atau suket oleh WNI yang belum terdaftar dalam DPT tidak perkenankan. Hal ini karena ada kekhawatiran muncul dampak penerbitan suket yang tidak terkontrol.
Namun, penggunaan KTP bagi WNI yang belum terdaftar juga harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Artinya penggunaan e-KTP hanya bisa dilakukan di alamat yang sesuai dengan e-KTP saja.
Baca juga: Mendagri Pastikan Suket Dapat Digunakan untuk Mencoblos di Pemilu 2019
Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif pun mendorong masyarakat untuk segera melakukan perekaman dan pencetakan e-KTP. Zudan mengatakan ada 4.231.823 penduduk yang belum melakukan perekaman.
Penduduk yang belum membuat e-KTP paling banyak di Provinsi Papua, Papua Barat, dan Maluku. Zudan mengatakan pihaknya akan jemput bola dengan turun ke daerah itu.
Baca juga: KPU: Tak Punya E-KTP dan Suket, Tak akan Masuk DPT Pemilu 2019
Namun, dia juga meminta masyarakat proaktif dengan melakukan perekaman di kantor-kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat. Zudan menjamin bahwa proses perekaman akan cepat. Persediaan blangko e-KTP pun masih banyak.
"Jadi presentase kita 93 persen perekaman selesai dalam 24 jam. Blangko kita ada 16 juta keping, yang sudah kita distribusikan ada 8 juta keping. Jadi di kantor masih ada 8 juta," kata dia.
Mahkamah Konsititusi (MK) memutuskan mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, dengan nomor perkara 20/PUU-XVII/2019.
Dalam perkara tersebut, salah satu hal yang dikabulkan adalah uji materi Pasal 348 ayat (9) UU Pemilu terkait penggunaan e-KTP untuk memilih. Menurut pemohon, pasal itu membuat pemilih yang tidak memiliki e-KTP dengan jumlah sekitar 4 juta orang berpotensi kehilangan suara.
Baca juga: MK Putuskan Suket Bisa Dipakai Nyoblos, KPU Diingatkan Sesuaikan Peraturan
Kemudian, MK memutuskan bagi mereka yang belum memiliki e-KTP, dapat menggunakan surat keterangan perekaman untuk mencoblos.
"Sepanjang tidak dimaknai 'termasuk pula surat keterangan perekaman kartu tanda penduduk elektronik yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil atau instansi lain yang sejenisnya yang memiliki kewenangan untuk itu''" kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Dalam pertimbangannya, MK mengatakan bahwa e-KTP merupakan identitas resmi yang wajib dimiliki Warga Negara Indonesia (WNI). Oleh karena itu, e-KTP menjadi syarat minimal untuk mencoblos.
Baca juga: Putusan MK soal Suket dan E-KTP Bisa Dipakai Nyoblos Dinilai Adil dan Progresif
Namun, MK juga menyadari belum semua WNI memiliki e-KTP meski sudah memiliki hak pilih. Oleh karena itu, MK memperbolehkan penggunaan surat keterangan perekaman e-KTP demi menjamin terakomodasinya hak pilih masyarakat.
"Agar hak memilih warga negara dimaksud tetap dapat dilindungi dan dilayani dalam Pemilu, dapat diberlakukan syarat dokumen berupa surat keterangan perekaman KTP-el yang diterbitkan oleh dinas yang menyelenggarakan urusan kependudukan dan catatan sipil," ujar Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna saat membacakan putusan di persidangan.