JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Pidana UGM Eddy Edward Omar Sharif Hiariej menilai, jika DPR periode 2004-2009 tak menyelesaikan revisi UU Tindak Pidana Korupsi, sebaiknya pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Hal itu disampaikan Eddy dalam seminar "Urgensi Pembaruan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi" di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta, Selasa (19/3/2019).
"Kalau bisa Perppu. Ini terus terang saja, kita ingin UU Tipikor ini selesai pada periode DPR saat ini. Namun, jika tidak, maka akan susah meratifikasi UU Tipikor karena DPR periode yang baru akan membahas ulang lagi revisi yang sedang dilakukan," ujar Eddy.
Baca juga: KPK Minta DPR Percepat Pembahasan UU Tipikor
Ia memprediksi, DPR periode ini tak akan menyelesaikan revisi UU Tipikor. Dengan adanya Perppu, menurut dia, bisa menjadi solusi untuk mengoptimalisasi peran KPK, kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan.
"Akan berlarut-larut jika dibahas ulang lagi oleh DPR periode yang baru. Saya kira tidak ada salahnya lewat Perppu dan KPK harus siap diuji oleh MK," kata dia.
Sementara itu, Wakil ketua KPK Laode Muhammad Syarief mengungkapkan, optimalisasi UU Tipikor bisa melalui Perppu.
Akan tetapi, hal itu tergantung keputusan Presiden Joko Widodo apakah menilai korupsi saat ini sudah dalam keadaan genting atau tidak.
"Apakah Presiden menganggap korupsi ini genting atau tidak. Jika iya, korupsi menjadi musuh bersama, bisa saja Presiden keluarkan Perppu," ucap Laode.
Baca juga: Ketua KPK: Pemerintah Kalau Mau Tinggalkan Landasan yang Baik, Revisi UU Tipikor
Meski demikian, menurut Laode, hingga saat ini KPK masih mengusahakan opsi optimalisasi UU Tipikor melalui percepatan revisi oleh DPR.
Ia mengatakan, UU Tipikor saat ini belum menjerat semua tindak pidana korupsi yang ada di Indonesia.
KPK sudah dua kali mendapatkan evaluasi dari Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC).
Evaluasi pertama dari perwakilan Inggris dan Jepang.
Kedua dari Ghana dan Yaman. Dari dua putaran evaluasi tersebut, Laode menyebut tidak ada perubahan UU Tipikor di Indonesia.
"Evaluasinya adalah pertama, UU Tipikor kita belum memasukkan beberapa tindak pidana korupsi dari negara lain yang dianggap korupsi. Misalnya memperkarya diri sendiri dengan tidak sah, suap menyuap di sektor swasta, dan pengembalian aset, serta menyuap pejabat publik asing," kata Laode.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.