JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman memastikan serangan peretas tak akan mengganggu rekapitulasi suara nantinya.
Sebab, kata Arief, rekapitulasi suara menggunakan cara manual di setiap tingkatan. Hal itu berlaku mulai dari tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS), kelurahan, kecamatan, kota dan kabupaten, provinsi hingga ke pusat.
"Hasil resmi pemilu itu ditetapkan berdasarkan berita acara manual yang dilakukan secara berjenjang. Mulai dari tingkat TPS, kecamatan, kabupaten kota, provinsi, sampai direkap di tingkat nasional," kata Arief di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
"Jadi, andaikan sistem (IT) kami enggak digunakan pun, atau sistem kami down sekalipun, pemilunya enggak terganggu. Karena rekap itu dilakukan secara manual," lanjut Arief.
Baca juga: Ketua KPU: Peretas Situs KPU Gunakan IP Address dari Banyak Negara
Lebih lanjut, Arief menjelaskan, KPU menggunakan sistem IT untuk membantu mempublikasi proses dan hasil pemungutan suara di seluruh Indonesia.
Dengan adanya sistem IT tersebut, KPU bisa memperlihatkan proses dan hasil rekapitulasi suara kepada masyarakat secara cepat dan transparan.
"Jadi untuk menyediakan proses dan hasil, untuk memberitahukan proses dan hasil pemilu secara cepat kepada masyarakat. Jadi, itu hanya sebagai sarana untuk bagian dari prinsip yang selalu kami kembangkan," kata Arief.
"Dan orang tahu semua. Itu lho di website KPU untuk TPS nomor sekian hasilnya sekian, kok ini berubah. Kok di berita acaranya sekian. Kan orang bisa ikut ngontrol kalau gitu," lanjut Arief.
Arief sebelumnya membenarkan situs lembaganya pernah diretas lewat IP (Internet Protocol) Address dari China dan Rusia. Namun, Arief mengatakan banyak pula IP Address negara lain yang meretas situs KPU.
"Hacker (peretas) itu menggunakan IP Address dari mana aja. Ada IP Address dari banyak negara lah. Jadi bukan hanya China dan Rusia, enggak, dari banyak negara," kata Arief usai rapat kesiapan penyelenggaraan Pemilu 2019 di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan di Jakarta, Kamis (14/3/2019).
Baca juga: 33 Lembaga Survei Politik Mendaftar ke KPU
Namun Arief mengatakan melalui fakta tersebut belum bisa disimpulkan bahwa peretasnya berasal dari China, Rusia, dan negara lainnya. Sebab bisa saja IP Address dari negara lain digunakan oleh peretas di Indonesia.
Ia menambahkan bisa pula peretas dari luar negeri menggunakan IP Address Indonesia untuk menyamarkan asalnya.
"Bisa saja IP Address-nya dari luar negeri. Tapi pelakunya ya orang-orang kita juga. Orang Indonesia juga. Tapi bisa juga menggunakan IP Adress Indonesia tapi orangnya dari luar. Bisa juga. Kalau kemarin ada yang nulis hacker dari China dan Rusia, enggak (begitu)," papar Arief.