JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid memandang, pembangunan infrastruktur juga berpengaruh pada perubahan karakter masyarakat.
"Revolusi mental yang fenomenal yang bisa kita lihat walaupun enggak ada programnya itu, perubahan di Commuter Line. Misalnya dulu orang masih naik di atap, sekarang enggak ada, bersih," kata Hilmar dalam diskusi bertajuk "Membangun Karakter dan Mental SDM Indonesia" di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Kamis (14/3/2019).
Oleh karena itu, Hilmar menegaskan pembangunan infrastruktur jangan hanya dilihat dari segi fisik. Keberadaan infrastruktur bisa mengubah cara pandang dan perilaku seseorang dalam kesehariannya.
Baca juga: Hingga 2018, Bank BUMN Salurkan Rp 330,2 Triliun Untuk Infrastruktur
"Dia (pembangunan infrastruktur) mengubah cara pandang dalam banyak hal. Efek program pembangunan infrastruktur itu jelas kontribusinya terhadap revolusi mental," kata Hilmar.
Saat ini, kata Hilmar, pemerintah juga sedang memperkuat implementasi pendidikan karakter di sekolah-sekolah. Sekolah juga berupaya membangun karakter siswa-siswanya melalui hal-hal kecil yang tak diajarkan di kelas.
"Susah diangkakan, misalnya di sekolah ada rak sepatu murid-muridnya nyusun sepatunya di rak, dikasih nama. Kemudian anak-anak juga dikenalkan pada seni tradisi kita, banyak sekali program seperti ini di Indonesia," ujar dia.
Menurut Hilmar, pada awal 2016, program penguatan pendidikan karakter baru diterapkan di 542 sekolah. Namun, jumlah itu terus meningkat hingga saat ini mencapai 280 ribu sekolah.
"Percepatannya bagus karena daerah juga menyambut, kabupaten, kota bersemangat. Maka konsep gerakan itu sangat penting," ujar dia.
Di sisi lain, pemerintah juga mengupayakan literasi digital sejak dini. Hal itu guna memastikan anak-anak memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara bijak.
"Program literasi digital juga, karena anak sekolah sekarang orang tuanya sibuk yang disodorin sama mereka handphone. Nah ini kalau enggak dibekali anak-anak dengan kemampuan untuk memfilter, sulit," ujarnya.
Baca juga: Fadli Zon Sindir Jargon Revolusi Mental yang Lenyap di Akhir Pemerintahan Jokowi
Kemudian pemerintah dan masyarakat daerah juga didorong menyusun pokok pikiran kebudayaan daerah. Hal ini dilakukan agar tata kelola kebudayaan semakin baik.
Menurut Hilmar, ada 324 kabupaten, kota yang sudah menyusun pokok pikiran kebudayaan.
"Dulu strategi nasional kebudayaan itu miliknya kaum cendekiawan, diskusi di antara mereka aja. Ini kita ubah metodenya harus dari bawah sehingga kepemilikannya muncul dari tingkat akar rumput. Kalau enggak, jadi omongan awang-awang, tidak membumi," kata dia.