JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana memaparkan, sepanjang tahun 2018, ada 26 narapidana kasus korupsi yang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
Hal itu disampaikan Kurnia dalam sebuah diskusi yang diadakan di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Rabu (13/3/2019).
"Jumlahnya cukup banyak, sepanjang tahun 2018 saja ada 26 orang yang mengajukan peninjauan kembali," kata Kurnia.
Menurut Kurnia, para narapidana kasus korupsi juga mencoba peruntungan lewat PK dengan mengemukakan kembali bukti-bukti di persidangan yang dianggap sebagai novum atau keadaan baru.
Baca juga: KPK Harap MA Segera Putuskan PK yang Diajukan Irman Gusman
"Mereka mengemukakan kembali bukti yang sebenarnya sudah diungkap baik di persidangan tingkat pertama, tingkat kedua atau pun kasasi. Nah itu kita sudah mafhum bahwa itu bukan dikategorikan novum baru sebenarnya," ujar Kurnia.
Ia memaparkan, hampir sebagian besar yang mengajukan PK secara kebetulan waktunya terjadi setelah pensiunnya Artidjo Alkostar sebagai hakim agung pada Mei 2018.
"ICW mencatat sejak 2009 sampai ia pensiun, ada 10 narapidana korupsi yang ditolak permohonan PK-nya. Atas dasar itu, maka menjadi mudah membangun teori kausalitas atas tindakan narapidana yang mengajukan PK saat ini," kata dia.
Kurnia memandang, banyaknya pengajuan PK juga dikarenakan sosok pengganti Artidjo, yaitu Suhadi.
Menurut dia, Suhadi memiliki rekam jejak yang tidak terlalu baik.
"Pak Suhadi yang menjadi Ketua Kamar Pidana MA saat ini yang kita tahu punya rekam jejak yang tidak terlalu baik ketika menyidangkan perkara korupsi. Kita masih ingat dia membebaskan terpidana kasus korupsi BLBI Sudjiono Timan," kata dia.
Padahal, lanjut Kurnia, saat mengajukan PK, Sudjiono berstatus buron. Saat itu, PK diajukan oleh istrinya sendiri.
"Dan akhirnya memutus bebas, padahal sudah ada surat edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2012 yang melarang terpidana kasus korupsi mengajukan PK untuk diwakilkan," ujar dia.
Oleh karena itu, Kurnia berharap agar MA bersikap objektif dan imparsial dalam menangani PK narapidana kasus korupsi.
"Kami meminta MA menolak semua PK para koruptor jika novum-novumnya sumir dan masih menggunakan bukti persidangan sebelumnya," ujar dia.
Hal itu dinilainya penting demi menjaga kepercayaan publik terhadap MA sebagai lembaga yang menegakkan keadilan.
"Karena salah satu lembaga Komisi Yudisial juga tahun lalu sudah mengingatkan Mahkamah Agung agar bisa memutuskan sidang itu secara objektif, imparsial, dan tanpa ada tekanan dari siapa pun," kata dia.
Beberapa nama yang dicatat ICW mengajukan PK pada 2018 adalah, mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar, mantan Ketua DPD RI Irman Gusman, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, mantan Menteri Agama Suryadharma Ali hingga mantan anggota DPR Anas Urbaningrum.
Berdasarkan data ICW, 26 narapidana tersebut mengajukan PK dalam rentang bulan Maret sampai Desember 2018.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.