JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah informasi bohong alias hoaks bermunculan pada tahapan penyelenggaraan Pemilu 2019. Beberapa informasi dipatahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan meng-counter berdasarkan fakta sebenarnya.
KPU juga melakukan berbagai langkah untuk menangkal upaya dugaan delegitimasi KPU dalam penyelenggaraan pemilu.
Pertama, KPU berupaya untuk semakin meningkatkan transparansi informasi. Apa pun isu terkait tahapan dan penyelenggara pemilu, akan disampaikan KPU kepada publik.
"Misalnya terkait dengan WNA masuk DPT, kan kita buka saja jumlahnya sekian, warga negaranya ini. Kan selama ini dicurigai WNA yang masuk itu China semua. Tapi dengan dibuka gitu orang jadi tahu bahwa ya sebenarnya dari banyak negara dan terbesarnya bukan dari China," kata Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (12/3/2019).
Baca juga: Panglima TNI: Jangan Mudah Terprovokasi Hoaks
Ada yang menyebut bahwa 14 juta tunagrahita masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019. Faktanya, hanya 53.842 penyandang disabilitas mental yang masuk DPT.
KPU menyebutkan, 14 juta adalah jumlah total tunagrahita.
"Itu bagian dari meng-counter, atau dalam istilah filsafat itu counter discourse. Kami bikin counter wacana bahwa yang benar dilakukan KPU yang begini," ujar Pramono.
Baca juga: KPU: Ada Upaya Mendelegitimasi Kami dengan Hoaks dan Tuduhan
Upaya selanjutnya, mengambil langkah hukum. Menurut Pramono, jika memang hoaks yang terjadi melewati batas dan sangat mengada-ada, maka KPU akan menempuh jalur hukum.
Selanjutnya, proses akan diselesaikan oleh aparat penegak hukum.
Selain memberi efek jera kepada pelaku, hal ini sekaligus menjadi peringatan kepada pihak lain yang berniat menyebarkan hoaks.
Meski demikian, Pramono menyebutkan, hal ini bukan hanya tanggung jawab KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu.
Pemerintah, peserta pemilu, tim kampanye, dan publik juga memiliki tanggung jawab yang sama untuk mewujudkan pemilu yang jujur, adil, dan demokratis.
Baca juga: Jusuf Kalla: Hoaks Bisa Menurunkan Elektabilitas, Harus Diklarifikasi
KPU juga berharap, tim kampanye dan peserta pemilu perlu untuk menyelenggarakan kampanye secara sehat.
"Menyampaikan informasi atau sosialisasi kepada publik itu hal-hal yang sifatnya konstruktif capaian-capaian, gagasan-gagasaan, bukan mendisinformasi publik sehingga publik tersesatkan, tidak mendapatkan informasi yang utuh yang sepotong-sepotong," kata Pramono.
Elite politik diminta untuk memberikan pendidikan politik yang baik kepada relawan dan masyarakat.
Kedudukan sebagai elite politik, kata Pramono, harus diimbangi dengan tanggung jawab untuk menyebarkan informasi yang benar.
Dengan demikian, tidak terjadi disinformasi di kalangan akar rumput.
"Untuk memperlihatkan kenegarawanan mereka, jangan malah ikut-ikutan memperkeruh suasana dengan menyebarkan informasi yang tidak benar," kata Pramono.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.