Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Peran 5 Tokoh Penting dalam Penyerahan Supersemar...

Kompas.com - 11/03/2019, 15:55 WIB
Bayu Galih,
Aswab Nanda Pratama

Tim Redaksi

KOMPAS.com — Istana Kepresidenan Bogor menjadi saksi bersejarah penting bagi kepemimpinan presiden pertama RI Soekarno. Pada 11 Maret 1966, Soekarno disebut memberikan "surat sakti" kepada Soeharto yang dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret atau Supersemar.

Surat itu berisi persetujuan Soekarno agar Soeharto mengambil langkah yang dianggap perlu untuk memulihkan keamanan setelah Gerakan 30 September 1965 yang dikaitkan dengan Partai Komunis Indonesia.

Bermodalkan Supersemar, Soeharto tidak hanya memulihkan keamanan, tetapi juga secara perlahan mengambil alih kepemimpinan nasional.

Soeharto kemudian ditunjuk sebagai pejabat presiden setahun kemudian, Maret 1967, berdasarkan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No XXXIII/1967 pada 22 Februari 1967.

Akan tetapi, Presiden Soekarno membantah memberikan Supersemar sebagai alat untuk transfer kekuasaan kepada Letjen Soeharto yang ketika itu menjabat Menteri Panglima Angkatan Darat.

Hal ini disampaikan Soekarno dalam pidato yang disampaikan saat peringatan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1966.

"Dikiranya SP 11 Maret itu suatu transfer of authority, padahal tidak," kata Soekarno dalam pidato berjudul "Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah" atau lebih dikenal dengan sebutan "Jasmerah".

Sejarawan Asvi Warman Adam pun menilai bahwa Supersemar menjadi alat bagi Soeharto untuk melakukan "kudeta merangkak".

Baca juga: Supersemar, Surat Kuasa atau Alat Kudeta?

Lalu siapa saja tokoh yang terlibat dalam Supersemar dan apa saja perannya? Berikut penjelasannya:

1. Soekarno

Presiden Soekarno (kanan, berpeci)Dok. Kompas/Song Presiden Soekarno (kanan, berpeci)
Pada Jumat, 11 Maret 1966, itu Soekarno digambarkan sedang memimpin rapat kabinet di Istana Merdeka. Saat itu, Istana Merdeka sedang dikepung mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa Tritura, tiga tuntutan rakyat.

Semua menteri dan kepala lembaga diwajibkan hadir dalam rapat paripurna pertama Kabinet 100 Menteri. Ini merupakan kabinet hasil reshuffle terhadap Kabinet Dwikora yang didemo mahasiswa.

Dikutip dari buku Presiden (daripada) Soeharto (2016), Soekarno minta para menteri datang sejak pagi untuk menghindari unjuk rasa. Setelah rapat dimulai sejak pukul 09.00, masih ada beberapa menteri yang terlambat karena terkendala aksi mahasiswa.

Tak lama setelah rapat kabinet berjalan, Komandan Tjakrabirawa selaku pengawal presiden, Brigjen Sabur, mengirim nota kepada Brigjen Amirmachmud yang menyebut ada pasukan liar di luar Istana. Saat membaca nota itu, Soekarno disebut panik.

Proklamator itu meninggalkan rapat yang belum ditutupnya. Dia kemudian menyerahkan pimpinan rapat kepada Johannes Leimena yang saat itu menjabat Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan.

Soekarno kemudian naik helikopter menuju Istana Bogor untuk mendapatkan pengamanan.

Baca juga: Jelang Lahirnya Supersemar, Soekarno Ketakutan Istana Dikepung Pasukan Liar

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com