KOMPAS.com - Pada 11 Maret 1966, atau 53 tahun silam, Soeharto mengaku mendapat mandat dari Presiden Soekarno untuk memulihkan keamanan pasca-peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) yang dikaitkan dengan Partai Komunis Indonesia.
Dengan mandat yang dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar itu, Soeharto tidak hanya bergerak memulihkan keamanan tetapi juga mulai mengambil alih kepemimpinan nasional.
Soeharto kemudian ditunjuk sebagai pejabat presiden setahun kemudian, Maret 1967, berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No XXXIII/1967 pada 22 Februari 1967.
Tak hanya itu, Soeharto bahkan berulang kali dipilih sebagai presiden oleh MPR, setidaknya selama 32 tahun hingga 1998. Era kepemimpinannya dikenal sebagai Orde Baru.
Setelah 32 tahun mendapat mandat Supersemar, Soeharto dilantik sebagai presiden untuk kali ketujuh.
Hari ini 21 tahun yang lalu, tepatnya pada 11 Maret 1998, MPR melantik Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia. Dia berpasangan dengan Bacharuddin Jusuf Habibie yang menjabat sebagai wakil presiden.
Indonesia sedang dilanda permasalahan besar saat itu, salah satunya terkait terkait krisis ekonomi. Namun, ini tak menyurutkan Soeharto untuk tetap berkuasa. Protes keras yang dilakukan mahasiswa dan aktivis demokrasi pun tak dipedulikan "The Smiling General" itu.
Namun, sejarah mencatat bahwa 11 Maret 1998 juga menjadi awal dari akhir kejayaan Soeharto. Setelah pelantikannya, demonstrasi besar-besaran dilakukan mahasiswa di beberapa tempat untuk menentang Soeharto dan Orde Baru.
Dua bulan setelah menjabat, akhirnya ia harus lengser dari kepemimpinannya. Presiden yang berkuasa selama 32 tahun itu menyerahkan mandatnya kepada BJ Habibie selaku Wakil Presiden.
Baca juga edisi khusus jatuhnya Soeharto dalam: VIK: Kejatuhan (daripada) Soeharto.
Perwakilan lima fraksi mendatangi kediaman Soeharto pada 8 Maret 1998. Mereka adalah pimpinan fraksi MPR yang terdiri dari Fraksi Persatuan Pembangunan (F-PP), Fraksi Karya Pembangunan (F-KP), Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (F-PDI), Fraksi Utusan Daerah (F-UD), dan Fraksi ABRI (F-ABRI).
Pimpinan kelima fraksi MPR berkonsultasi dan meminta Soeharto bersedia dicalonkan menjadi presiden kembali.
Dilansir dari Harian Kompas yang terbit pada 8 Maret 1998, konsultasi berjalan dari pukul 14.30 hingga 16.40 WIB di Jalan Cendana, kediaman Soeharto.
Beberapa pemimpin fraksi masuk secara berututan dengan masing-masing perwakilan fraksi menggunakan waktu sekitar 30 menit, kecuali F-UD yang menggunakan waktu sekitar 45 menit.
Hingga berujung pada kesimpulan, Soeharto bersedia menjadi presiden masa jabatan 1998-2003. Setelah itu, pimpinan fraksi mempersiapkan berkas pencalonan Soeharto untuk segera disidangkan pada rapat MPR.
Baca juga: 8 Maret 1998, Saat Soeharto Bersedia Menjadi Presiden (Lagi)...