JAKARTA, KOMPAS.com - Beragam reaksi terus bermunculan merespons penangkapan yang dilakukan polisi terhadap aktivis yang juga Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Robertus Robet.
Robet ditangkap atas dugaan penghinaan terhadap penguasa atau badan umum di Indonesia terkait orasinya saat aksi Kamisan pada 28 Februari 2019.
Salah satu respons yang muncul adalah dibuatnya petisi daring melalui change.org yang digagas Tim Advokasi Kebebasan Berekspresi melalui tautan change.org/BebaskanRobet.
Hingga Kamis (7/3/2019) pukul 13.34 WIB, sebanyak 433 orang telah menandatangani petisi online ini.
Baca juga: Tangkap Dosen UNJ Robertus Robet, Aparat Dinilai Sewenang-wenang
Tim Advokasi Kebebasan Berekspresi terdiri dari KontraS, YLBHI, LBH Jakarta, Imparsial, Indonesian Legal Roundtable, Lokataru Kantor Hukum dan HAM, AJAR, Amnesty Internasional Indonesia, Protection Internasional, hakasasi.id, Perludem, Elsam, sorgemagz.com, Solidaritas Perempuan, JATAM, dan Jurnal Perempuan.
Laman petisi tersebut berjudul "#BebaskanRobet. Stop Kriminalisasi Akademisi: @BareskrimPolri Bebaskan Robertus Robet dari Jerat UU ITE!".
Dalam keterangan petisi tertulis, "Kamis tengah malam (6 Maret 2019) pukul 23.45 WIB; kawan kita, guru, sahabat dan aktivis HAM Dr. Robertus Robet telah dibawa ke Mabes Polri dengan tuduhan pelanggaran UU ITE atas orasi hak asasi yang ia lakukan di tengah Aksi Kamisan 28 Februari silam".
Baca juga: ICJR dan LBH: Penangkapan Robertus Robet Ancaman Serius terhadap Kebebasan Berekspresi
Tercantum pula sejumlah pasal yang digunakan pihak kepolisian untuk menjerat Robertus Robet.
Tim Advokasi Kebebasan Berekspresi menyampaikan bahwa seharusnya orasi Robertus Robet dalam Aksi Kamisan dilihat secara utuh.
Robet berbicara tentang dua hal besar, yaitu kemampuan supremasi sipil untuk menjalankan prinsip-prinsip demokratik, termasuk mengontrol mekanisme pertahanan, serta melanjutkan agenda profesionalisme TNI.
Ia bicara mewakili puluhan akademisi dan masyarakat sipil Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Menolak Kembalinya Militer Indonesia Berpolitik, apalagi memasuki jabatan-jabatan sipil.
Baca juga: Klarifikasi Lengkap Robertus Robet soal Nyanyiannya dalam Aksi Kamisan yang Kini Diperkarakan
Baik Robet maupun koalisi merasa cemas. Mereka menginginkan militer Indonesia yang terus menjaga demokrasi dengan tetap teguh dan kokoh menjadi garda depan sistem pertahanan, bukan masuk ke dalam relung-relung sipil.
Dalam refleksinya, Robet justru mengatakan mencintai TNI, dalam arti mendorong TNI menjadi institusi profesional.
Baginya, menempatkan TNI di kementerian sipil artinya menempatkan TNI di luar fungsi pertahanan yang akan mengganggu profesionalitas TNI seperti telah ditunjukkan di Orde Baru.
Menurut Tim Advokasi Kebebasan Berekspresi, penangkapan Robertus Robet adalah ancaman kebebasan sipil dan hak asasi manusia.
Oleh karena itu, mereka mengajak publik untuk mendesak Kapolri Tito Karnavian untuk membebaskan Robertus Robet tanpa syarat.
Baca juga: Kronologi Penangkapan Aktivis HAM Robertus Robet...
Sebab, apa yang ia sampaikan pada Aksi Kamisan adalah murni kebebasan berpendapat secara damai yang dijamin oleh Konstitusi UUD 1945 dan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik.
Di bagian akhir petisi tertulis "Mari tunjukkan solidaritasmu. Gunakan tagar #BebaskanRobet untuk menyebarluaskan petisi ini. Mention @BareskrimPolri dalam setiap protes damai media sosialmu".
Polisi menetapkan Robertus Robet sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penghinaan terhadap penguasa atau badan umum di Indonesia.
Berdasarkan surat dari kepolisian, Robet dijerat Pasal 45 A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan/atau Pasal 14 ayat (2) jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana, dan/atau Pasal 207 KUHP.
Robet diduga telah melakukan penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat berdasarkan SARA, berita hoaks, atau penghinaan terhadap penguasa atau badan umum.
Tindak pidana tersebut diduga dilakukan Robet saat berorasi di Aksi Kamisan pada 28 Februari 2019 mengenai dwifungsi ABRI.
Dalam orasinya itu, Robet menyanyikan lagu yang sering dinyanyikan mahasiswa pergerakan 1998 untuk menyindir institusi ABRI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.