Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangkap Dosen UNJ Robertus Robet, Aparat Dinilai Sewenang-wenang

Kompas.com - 07/03/2019, 13:23 WIB
Devina Halim,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengajar Hukum Pidana Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Miko Ginting menilai, penangkapan yang dilakukan polisi terhadap dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet adalah bentuk kesewenang-wenangan aparat.

Robertus ditangkap polisi pada Kamis (7/3/2019) dini hari atas dugaan pelanggaran Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Penetapan RR sebagai tersangka dan penangkapan terhadapnya adalah bentuk kesewenang-wenangan. Apabila diteruskan, ini akan berujung pada ketidakpercayaan publik pada penegakan hukum," ujar Miko melalui keterangan tertulis, Kamis (7/3/2019).

Ia menilai, penangkapan tersebut tidak berdasar dan tidak manusiawi.

Baca juga: Klarifikasi Lengkap Robertus Robet soal Nyanyiannya dalam Aksi Kamisan yang Kini Diperkarakan

Menurut Miko, mengacu pada KUHAP, penangkapan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan.

Dalam kasus Robet, kata dia, tidak ada kepentingan pemeriksaan yang mendesak sebagai dasar penangkapan tersebut.

"Tidak ada satu pun kepentingan pemeriksaan yang mendesak untuk dilakukan pada tengah malam dan tindakan ini cenderung tidak manusiawi," ujar Miko.

Selain itu, Miko berpendapat, pasal yang digunakan untuk menjerat Robertus terkesan dipaksakan.

Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat (2) UU ITE mengatur tentang ujaran kebencian berbasis SARA. Miko menilai, orasi yang disampaikan Robertus Robet tak menyinggung SARA.

Menurut dia, Robertus juga tidak memenuhi unsur penyebaran berita atau informasi, seperti yang diatur dalam pasal 14 ayat (2) juncto Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946.

Miko mengatakan, Robertus Robet tidak melakukan penghinaan secara sengaja terhadap penguasa dan badan hukum, seperti yang tertuang dalam Pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Baca juga: ICJR dan LBH: Penangkapan Robertus Robet Ancaman Serius terhadap Kebebasan Berekspresi

Apalagi, lanjut dia, kata "ABRI" telah dihapus dan Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa pasal tersebut merupakan delik aduan.

"Perlu diperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 013-022 yang menyatakan bahwa 'penuntutan terhadap Pasal 207 ke depan seharusnya dilakukan dengan berdasar pada delik aduan'" jelas dia.

"Dengan demikian, 'pihak yang merasa dihina' dalam delik itu sudah hilang dengan sendirinya dan pasal ini tidak tepat sama sekali diterapkan," lanjut Miko.

Seharusnya, Miko berpandangan, aparat kepolisian memberikan perlindungan.

"Kepolisian seharusnya bisa menunjukkan peran dalam memberikan perlindungan terhadap RR dan keluarganya, alih-alih memproses RR dengan delik yang sama sekali tidak tepat dan tidak berdasar," kata Miko.

Baca juga: Kronologi Penangkapan Aktivis HAM Robertus Robet...

Robertus ditangkap karena diduga menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat berdasarkan SARA, berita hoaks atau penghinaan terhadap penguasa atau badan umum.

Tindak pidana tersebut diduga dilakukan Robet saat berorasi di Aksi Kamisan pada 28 Februari 2019 mengenai dwifungsi ABRI.

Dalam orasinya itu, Robet menyanyikan lagu yang sering dinyanyikan mahasiswa pergerakan 1998 untuk menyindir institusi ABRI.

Sementara itu, melalui sebuah video, Robet telah memberikan klarifikasi atas orasinya itu.

Pertama, Robet menegaskan bahwa lagu itu bukan dibuat oleh dirinya, melainkan lagu yang populer di kalangan gerakan mahasiswa pada 1998.

Baca juga: PSI Minta Polisi Bebaskan Robertus Robet dari Segala Tuduhan Pidana

Lagu itu dimaksudkan sebagai kritik yang ia lontarkan terhadap ABRI di masa lampau, bukan TNI di masa kini.

Ia juga mengatakan, lagu itu tidak dimaksudkan untuk menghina profesi dan institusi TNI.

"Sebagai dosen saya tahu persis upaya-upaya reformasi yang dilakukan oleh TNI dan dalam banyak kesempatan saya justru memuji reformasi TNI sebagai reformasi yang berjalan paling maju," ujar Robet.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com