Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bawaslu Merasa Menjadi Tertuduh atas Maraknya Kampanye Hitam

Kompas.com - 05/03/2019, 17:58 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad Afifuddin mengatakan, pihaknya merasa menjadi tertuduh atas maraknya kampanye hitam yang terjadi jelang Pemilu 2019.

Padahal, kata Afif, Bawaslu sudah melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya kampanye hitam.

Pencegahan ini tidak hanya ditujukan bagi peserta pemilu maupun tim kampanye, tetapi juga relawan.

"Kami saat ini kayak dalam posisi tertuduh. Padahal, pencegahan kami kan sudah maksimal," kata Afif saat ditemui di Hotel Harris Vertue, Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2019).

Baca juga: TKN Imbangi Kampanye Hitam di Jabar dengan 3 Kartu Baru Jokowi

"Kami tidak kurang-kurang mendeklarasikan tolak kampanye bohong, tolak kampanye identitas," lanjut dia.

Afif mengakui, kampanye hitam di era teknologi canggih saat ini menyebar begitu cepat.

Hal ini membuat Bawaslu semakin sulit melakukan pencegahan, meski telah berupaya maksimal.

"Itu yang mungkin secara teknis tak pernah kami bayangkan di pemilu sebelumnya, secepat itu metode-metode orang melakukan kampanye hitam. Kalau dulu hanya katakanlah spanduk-spanduk konvensional," ujar Afif.

Dari sisi penindakan dugaan pelanggaran pemilu, Bawaslu juga merasa telah menempuh upaya yang maksimal. Akan tetapi, dalam penindakan, Bawaslu tidak bisa melampaui UU.

Baca juga: TKN Sebut Kampanye Hitam di Jabar dengan Isu Agama Masih Kuat

Sementara, UU yang mengatur tentang kampanye hitam dinilainya multitafsir.

Larangan kampanye hitam di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 hanya ditujukan bagi pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu.

Tidak ada larangan bagi relawan untuk melakukan kampanye hitam.

Pasal 280 ayat (1) huruf c melarang pelaksana, peserta dan tim kampanye menghina seseorang, suku, agama, ras, golongan, dan peserta pemilu lainnya.

Adapun, Pasal 280 ayat 1 huruf d melarang pelaksana, peserta dan tim kampanye menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com