Ia lalu melanjutkan hingga sang pengusaha datang ke lahannya dan mendapati masih berupa hutan yang dipenuhi pepohonan. Pengusaha tersebut lalu meminta izin ke pemerintah daerah hingga pusat untuk menebang pohon.
Prabowo menaksir 1 hektar lahan biasanya menghasilkan 100-200 meter kubik kayu. Satu meter kubik kayu diperkirakan sekitar Rp 1 juta.
"Sudara-saudara, celakanya begitu diusung semua (kayu), belum satu pohon ditanam, sebagian keuntungan itu sudah ada. Dan itu dibuat apa? Dikirim ke luar negeri. Karena apa? Karena Indonesia liberal. Kita sekarang devisa bebas. Kita lebih liberal dari mbahnya liberal," ujar Prabowo.
Selanjutnya, kata Prabowo, setelah pohon sawit berbuah maka pengusaha tersebut akan membuat pabrik untuk mengolah hasilnya. Biasanya, lanjut dia, pengusaha tersebut akan kembali mendapatkan kredit dari bank pemerintah.
Ia menambahkan tak jarang nilai kredit yang diajukan dilebih-lebihkan dari kebutuhan awal sehingga pengusaha sawit kembali mendapat untung.
Selesai diolah, minyak sawit akhirnya dibawa menggunakan truk ke pelabuhan-pelabuhan untuk dikirim ke luar negeri.
"Jadi yang tahu, yang jelas perusahan yang saya kelola, saya waktu itu tiap hari puluhan tangki. Dia pakai solar subsidi rakyat. Pakai APBN. Dia pakai jalan kabupaten, dia lewat jembatan kabupaten, dia pakai jalan provinsi, jalan nasional, APBD, APBN, sampai ke pelabuhan," ujar Prabowo.
"Naik ke atas kapal-kapal, kelapa sawit dikirim ke luar negeri. Uangnya tidak kembali ke Indonesia. Ini yang terjadi saudara-saudara. Saya bertanya, apakah kita pinter atau tidak pinter?" lanjut dia.
Namun, ia mengaku hal itu tak berlaku untuknya. Prabowo menyatakan tak pernah melarikan keuntungannya ke luar negeri saat menjadi pengusaha kelapa sawit.
"Saudara-saudara, saya benar, saya pengusaha kelapa sawit. Saya benar punya HGU. Tapi saya ada kesadararan, rasa tanggung jawab terhadap bangsa dan rakyat saya. Tidak sampai hati uang ditaruh di luar negeri. Uang masuk ke dalam," ujar Prabowo lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.