Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prabowo Anggap Tax Amnesty Bukti Kebocoran Kekayaan Indonesia

Kompas.com - 03/03/2019, 17:54 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menganggap adanya Undang-undang No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) merupakan bukti bocornya kekayaan Indonesia.

Prabowo mengaku mendapatkan data tersebut dari Menteri Keuangan yang menyatakan ada ribuan triliun kekayaan WNI di luar negeri.

"Menteri Keuangan Republik Indonesia dalam pemerintahan Joko Widodo mengatakan bahwa kekayaan warga negara Indonesia di luar negeri ada sekian ribuan triliun," kata Prabowo dalam pidatonya di acara Silaturahim dan Konsolidasi Nasional Aliansi Pencerah Indonesia di Hotel Sahid, Jakarta, Minggu (3/3/2019).

"Karena itulah pemerintahan Joko Widodo minta Undang-undang Tax Amnesty. Karena dengan Tax Amnesty diharapkan uang itu bisa kembali," lanjut Prabowo.

Baca juga: Ditjen Pajak: Mayoritas WNI yang Terlibat Mega Transfer Rp 19 Triliun Sudah Ikut Tax Amnesty

Ia mengaku sudah memperingatkan para elite politik ihwal kebocoran tersebut sejak tahun 1998. Prabowo mengatakan banyak ahli mengatakan saat itu Indonesia mengalami krisis ekonomi besar-besaran.

Menurut dia, Indonesia bukan mengalami krisis ekonomi besar-besaran, melainkan kebocoran kekayaan besar-besaran. Ia menambahkan meski kerap meneriakkan kebocoran kekayaan Indonesia namun selalu dibantah oleh pemerintah.

"Ternyata, kekayaan kita masih terus mengalir ke luar. 1998-1999 saya dapat pencerahan. Dibilang 1998 krisis ekonomi, kalau kita lihat angka-angka tidak ada krisis ekonomi 1998. Saya sudah buktikan dalam buku saya Paradoks Indonesia," papar Prabowo.

"Justru saya agak aneh, agak kaget. Kok sekarang, tokoh-tokoh pemerintah yang sekarang seolah-olah membantah ucapan pemerintah sendiri 2 tahun yang lalu atau 3 tahun yang lalu. Ini saya tidak mengerti apa yang terjadi di sini, apakah penasehatnya berganti?" lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com