Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Urgensi Minimalisasi "Stunting"

Kompas.com - 26/02/2019, 18:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

WORLD Health Organization (WHO) menetapkan batas toleransi stunting (bertubuh pendek) maksimal 20 persen atau seperlima dari jumlah keseluruhan balita.

Di Indonesia, sebanyak 7,8 juta atau sekitar 35,6 persen dari 23 juta balita pada 2017 menderita stunting. Sebanyak 18,5 persen berkategori sangat pendek dan 17,1 persen berkategori pendek.

Angka tersebut memicu reaksi WHO untuk menetapkan Indonesia sebagai negara dengan status gizi buruk. Apalagi, persentase stunting Indonesia juga tercatat lebih tinggi dibanding sejumlah negara Asia Tenggara, seperti Vietnam (23), Filipina (20), Malaysia (17), dan Thailand (16).

Secara umum, penyebab stunting adalah rendahnya asupan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan, yakni sejak janin hingga bayi umur dua tahun.

Selain itu, penyebab lainnya adalah buruknya fasilitas sanitasi, minimnya akses air bersih, dan kurangnya kebersihan lingkungan.

Kondisi kebersihan yang kurang terjaga membuat tubuh harus secara ekstra melawan sumber penyakit sehingga menghambat penyerapan gizi.

Risikonya, stunting berpotensi memperlambat perkembangan otak, dengan dampak jangka panjang berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan risiko serangan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas.

Dari data yang ada, terdapat 14 provinsi yang memiliki tingkat stunting di atas angka nasional. Daerah dengan stunting tertinggi berada di kawasan tengah dan timur Indonesia, seperti Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua.

Hampir semua provinsi di pulau tersebut memiliki tingkat stunting di atas rata-rata nasional. Hanya Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara yang memiliki tingkat stunting di bawah rata-rata nasional.

Dari sebaran tersebut, bisa juga dilihat bahwa secara faktual stunting dan permasalahan kekurangan gizi lain yang terjadi pada balita sangat erat kaitannya dengan kemiskinan.

Stunting umumnya terjadi akibat balita kekurangan asupan penting seperti protein hewani dan nabati dan juga zat besi. Pada daerah-daerah dengan kemiskinan tinggi, seringkali ditemukan balita kekurangan gizi akibat ketidakmampuan orangtua memenuhi kebutuhan primer rumah tangga.

Data menunjukkan bahwa daerah dengan angka stunting yang tinggi juga memiliki tingkat kemiskinan tinggi, yakni berada di atas rata-rata nasional.

Pada tahun 2016, misalnya, dari 14 daerah tersebut, hanya 5 daerah yang memiliki kemiskinan di bawah nasional. Daerah tersebut adalah Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Selatan.

Selebihnya, ada sembilan provinsi dengan tingkat kemiskinan tinggi yang melebihi tingkat kemiskinan secara nasional.

Selain kemiskinan, tingkat pendidikan juga berkaitan dengan permasalahan gizi. Minimnya pengetahuan membuat pemberian asupan gizi tidak sesuai kebutuhan.

Contohnya adalah kurangnya kesadaran akan pentingnya inisiasi menyusui dini (IMD). Padahal IMD menjadi langkah penting dalam memberikan gizi terbaik.

Data menunjukkan bahwa saat ini rata-rata nasional untuk lulusan SMA dan universitas adalah 41,17 persen. Hanya lima daerah yang memiliki lulusan SMA dan Universitas melampaui rata-rata nasional, yaitu Sulawesi Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, dan Maluku.

Dengan demikian, pada daerah stunting tinggi, masih banyak masyarakat berpendidikan di bawah SMA. Meskipun, pendidikan tinggi tentu saja tak selalu menjamin kesadaran gizi yang tinggi pula.

Dengan tingginya angka stunting nasional, indeks Sumber Daya Manusia Indonesia ikut terbawa merosot. Bank Dunia baru saja merilis laporan Indeks Sumber Daya Manusia (Human Capital Index/HCI).

Dalam laporan tersebut, HCI Indonesia sebesar 0,53 sehingga berada di peringkat ke-87 dari 157 negara. Tak lain, penyebab utamanya adalah banyaknya penduduk Indonesia yang mengalami stunting.

Skala 0,53 menunjukkan bahwa Indonesia terancam kehilangan setengah potensi ekonomi di masa depan. Adapun HCI mencerminkan produktivitas anak yang lahir hari ini sebagai pekerja masa depan, dengan memperhitungkan kesehatan dan pendidikannya.

Ada tiga komponen utama sebagai dasar pengukuran HCI. Pertama, kelangsungan hidup terutama dari usia nol hingga lima tahun karena balita paling rentan terkena penyakit. Skor Indonesia untuk indikator ini adalah sebesar 0,97 dari 1.

Kedua, pendidikan, baik dari sisi durasi hingga kualitas belajarnya. Misalnya, pendidikan si A mencapai Sekolah Menengah Atas (SMA), namun memahami makna dari satu kalimat saja sulit.

Hal itu menunjukkan kualitasnya buruk meskipun lama belajarnya mencapai 12 tahun. Menurut HCI, lama belajar di Indonesia rata-rata 12,3 tahun. Adapun skor harmonized learning outcomes (HLOs) sebesar 403.

Terakhir, kesehatan. Bank Dunia mengukur kemampuan penduduk Indonesia usia 15 hingga 50 tahun dalam bertahan hidup. Dalam hal ini, Indonesia mendapat skor 7,9.

Tak pelak lagi, dari angka tersebut, masa depan Indonesia pun akan ikut terancam. Kondisi rendahnya kapasitas intelektual anak akibat stunting tentu dapat menurunkan daya saing dan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan.

Hal itu mungkin terjadi karena stunting berpotensi menyebabkan anak mengalami kemampuan kognitif tidak maksimal yang disertai dengan perkembangan fisik yang terhambat.

Bahkan lebih dari itu, menurut WHO, selain menjadi ancaman bonus demografi (ancaman atas banyaknya generasi muda yang tak berdaya saing di kemudian hari), stunting juga memberikan dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia. Kasus stunting disinyalir berpotensi merugikan PDB Indonesia hingga Rp 300 triliun per tahun.

Padahal, Indonesia digadang-gadang sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia dalam beberapa dekade mendatang.

PricewaterhouseCoopers (PWC), misalnya, memprediksi ekonomi Indonesia masuk ke dalam lima besar dunia pada 2030, bahkan menjadi ke-4 negara dengan ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2050 nanti.

Jika itu terjadi, posisi Indonesia hanya akan ada di bawah China, India dan Amerika Serikat. Prediksi tersebut didasarkan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dianggap stabil dan populasi yang besar.

Dari komposisi usia penduduk, pada 2030, 70 persen penduduk Indonesia akan berusia 15-64 tahun, atau berada dalam masa produktif. Komposisi tersebut disebut sebagai bonus demografi.

Kelompok usia produktif inilah, yang jumlahnya diperkirakan 180 juta jiwa, yang akan menjadi motor penggerak perekonomian nasional di satu sisi, tapi juga sedang terancam oleh implikasi stunting di sisi lain.

Jadi berdasarkan data dan proyeksi tersebut, pekerjaan rumah pemerintah untuk menurunkan tingkat stunting di Indonesia tidaklah mudah.

Pertama, segala instrumen kebijakan perlu diarahkan untuk mengakselerasi pemerataan ekonomi agar tingkat kemiskinan bisa terus dikurangi.

Kedua, alokasi fiskal yang memadai untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di satu sisi dan memeratakan pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia di sisi yang lain.

Dan tidak lupa, yang tak kalah penting adalah pembenahan sektor pendidikan, mulai dari pemerataan kuantitas sampai pada perbaikan kualiats.

Serta yang terakhir, perlu ada kebijakan yang khusus berperan memberdayakan para wanita mengingat sangat banyak kasus stunting akibat minimnya pemahaman dari orangtua, khususnya para ibu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Berencana Bangun Pasar Baru

Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Berencana Bangun Pasar Baru

Nasional
PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Nasional
Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Nasional
Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com