Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aiman Witjaksono
Jurnalis

Jurnalis

Habis Debat, Terbitlah Laporan

Kompas.com - 25/02/2019, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


PEMILU kali ini adalah pemilu dengan laporan yang paling banyak dilayangkan. Ada lebih dari 50 laporan, di antaranya yang menyita perhatian adalah laporan pasca-debat.

Hingga saat ini ada 4 laporan terkait debat. Tiga di antaranya dilayangkan kepada Capres 01 Joko Widodo, dan satu lainnya kepada Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo- Sandi, Djoko Santoso.

Laporan kepada Jokowi dilayangkan karena Jokowi dianggap melakukan "serangan pribadi" dan kebohongan dalam debat. Sementara Djoko Santoso dilaporkan karena mengatakan Jokowi Curang saat melakukan debat.

Awal mula kericuhan

Semua bermula saat Jokowi melempar pernyataan soal lahan milik Prabowo dalam debat capres, Minggu (17/2) lalu. Jokowi menyelipkan catatan soal lahan saat menanggapi pernyataan Prabowo terkait masalah reforma agraria.

Menurut Prabowo, Jokowi tidak melaksanakan maksimal soal reforma agraria. Dampaknya, lanjut Prabowo, generasi mendatang akan sulit memiliki lahan. Prabowo menyebut dengan istilah anak cucu kelak.

Jokowi menanggapi, ia hanya menerbitkan sertifikat kepada masyarakat kecil. Ia tidak memberikan sertifikat kepemilikan lahan kepada pemilik lahan besar.

Ia lantas menyambung dengan mengungkapkan bahwa Prabowo memiliki lahan yang sangat luas, 220 ribu hektar di Kalimantan Timur dan 120 Hektar di Aceh Tengah.

Sontak penonton debat langsung riuh. Ada yang tidak terekam kamera saat jeda debat menayangkan iklan. Kericuhan terjadi di barisan kursi paling depan, tepatnya di barisan Komisioner KPU dan Bawaslu.

Tampak sejumlah tim dari pihak pasangan 02, diantaranya Ferdinand Hutahaean, Jansen Sitindaon, yang merupakan kader Partai Demokrat, menghampiri kursi Ketua KPU Arief Budiman. Mereka melayangkan protes.

Tim Advokat Indonesia Bergerak (TAIB) di kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin (18/2/2019), melaporkan Jokowi atas tudingan menyerang pribadi Prabowo dalam debat.Kompas.com/Fitria Chusna Farisa Tim Advokat Indonesia Bergerak (TAIB) di kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Senin (18/2/2019), melaporkan Jokowi atas tudingan menyerang pribadi Prabowo dalam debat.

Melihat keramaian berlangsung, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan datang mendekati kerumunan dengan mimik serius. Datang pula politisi PDI-P Aria Bima dan Ketua Umum HIPMI Bahlil Lahadalia. Keduanya pendukung 01 Jokowi-Ma'ruf.

Dua hari kemudian, kepada wartawan Luhut menjelaskan kenapa ia menghampiri kerumunan itu. “Yang terjadi adalah saya lihat ribut. Saya lihat ada di situ Pak Ferdinand, ya saya datangin. Saya bilang, ‘ngapain sih ribut-ribut, Fer? Biar aja damai’, ‘Oh siap, Pak’. Gitu.  Ya udah Damai,” ujar Luhut.  Baca: Penjelasan Luhut soal Video Ricuh di Debat Kedua Pilpres

Sementara, Ketua KPU Arief Budiman pasca-kejadian mengatakan, "Itu crowded sekali. Saya enggak mengingat lagi. Apalagi kamu tanya setelah segmen 1, 2 ,3, saya lupa itu di segmen berapa. Ada keberatan soal disampaikan pertanyaan itu. Tapi kan kita harus pelajari betul, betul enggak itu sebagaimana yang dimaksud dalam regulasi kita, bahwa terjadi pelanggaran atau tidak terjadi pelanggaran. Kalau memang misalnya sudah dilaporkan ya kita tunggu saja nanti hasil pemeriksaannya seperti apa." Baca juga: KPU Benarkan Adanya Keributan Antara Pendukung Jokowi dan Prabowo saat Debat

Sejumlah laporan melayang

Apa yang terjadi kemudian berujung pada laporan resmi ke Bawaslu. Tim Advokat Bergerak (TAIB) yang dikoordinir Djamaluddin Koedoeboen resmi melaporkan Jokowi ke Bawaslu.

Jokowi dianggap melanggar pasar 280 UU Pemilu soal penghinaan kepada calon lainnya.

"Tak main-main, ini adalah unsur pidana pemilu yang memiliki konsekuensi hukum 2 tahun penjara," ungkap Djamaluddin di program AIMAN yang tayang pada Senin (25/2/2019). 

Sementara, Bahlil Lahadalia, dari kubu Jokowi, juga kepada program AIMAN mengatakan, "Dengan segala cara pihak seberang melakukan apa pun, karena panik suara mereka sudah tertinggal jauh."

Introspeksi

Setiap argumentasi tim sukses adalah argumentasi yang hanya bisa dipahami dari kacamata pihak dan pendukung masing-masing.

Akankah masyarakat paham akan apa yang terjadi sesungguhnya, atau justru serangan, pernyataan hingga kericuhan yang terjadi sepanjang sejarah pemilu dengan masa kampanye paling panjang, menjadi bahan bagi publik untuk merasa bahwa ini adalah proses yang melelahkan dan tidak signifikan dalam menata dan membangun Indonesia?

Tentu kita semua sepakat bahwa pemilu adalah pesta demokrasi di mana setiap orang bebas menyampaikan pendapatnya. Namun, kita juga perlu introspeksi: apakah dinamika pemilu saat ini memberikan pendidikan politik yang baik bagi publik?

Saya Aiman Witjaksono...
Salam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com