SOLO, KOMPAS.com - Dinas Kesehatan Kota Surakarta memberikan klarifikasi atas munculnya pesan berantai melalui aplikasi WhatsApp tentang penyakit difteri.
Pesan itu menyebutkan bahwa di Surakarta terdapat 600 orang yang terkena penyakit difteri. Rumah sakit penuh dengan kondisi anak-anak difteri. Sebanyak 38 orang meninggal. Difteri disebut kejadian luar biasa.
Dalam pesan itu juga disebutkan bahwa Dinkes Surakarta mengadakan imunisasi massal sampai 24 Maret 2019 dari usia 1 sampai 19 tahun.
Pesan itu juga berisi tentang larangan mengonsumsi makanan yang menggunakan bumbu tabur terutama mengandung cabai kering seperti cilok, tahu krispi, singkong goreng atau lainnya. Pesan berantai itu juga menjelaskan tentang penularan dan gejala penyakit difteri.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surakarta Siti Wahyuningsih atau akrab disapa Ning mengatakan, pesan berantai tersebut tidaklah benar. Sebab, di Solo saat ini tidak ada kejadian difteri.
Baca juga: 2 Anak Meninggal karena Difteri, Orangtua Diminta Tak Tolak Imunisasi
Ning menambahkan, pernah ada warga yang terkena penyakit difteri sekitar dua tahun lalu dan dirawat di rumah sakit. Namun pasien bukan asli Solo.
"Untuk tahun ini, alhamdulillah tidak ada dan mudah-mudahan tidak ada. Kita berharap tidak ada penyakit tersebut," ujar Ning ditemui di Balai Kota Surakarta, Solo, Jawa Tengah, Jumat (22/2/2019).
Guna mencegah munculnya penyakit itu, pihaknya mengaku terus menggalakkan imunisasi kepada masyarakat. Masyarakat diimbau supaya tidak resah dengan beredarnya pesan berantai tersebut.
"Dari bahasa nulisnya ini kelihatan orang tidak menguasai medis. Dan, kalau (pelaku) orang awam juga tidak karena pesan ini isinya setengah-setengah," kata Ning.
Ning menegaskan, kencing tikus yang disebutkan dalam pesan itu menyebabkan penyakit difteri juga tidak benar. Menurut Ning, kencing tikus menyebabkan penyakit leptospirosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri leptospira yang menyebar melalui urine tikus, kucing, sapi, dan juga hewan mamalia lainnya).
"Apa pun itu kita ambil hikmahnya. Bahwa kita harus waspada. Masyarakat takut boleh, tapi tidak boleh ketakutan berlebihan. Takut itu dalam arti dia melindungi dirinya, sehingga meningkatkan kekebalan terutama pada anak-anak," ujar dia.
Ning mengakui ia juga menerima pesan berantai soal penyakit difteri itu sekitar sepekan lalu. Pihaknya juga sering menerima pesan WhatsApp masuk yang menanyakan soal kebenaran pesan berantai tersebut.
"Saya seminggu lalu dapat pesan itu tapi saya keep karena tidak benar. Saya langsung kontak kepada jajaran saya, puskesmas, dan rumah sakit dan memang tidak ada," kata Ning.
Baca juga: [HOAKS] Kawasan Zona Merah Difteri di Semarang
Imunisasi difteri untuk masyarakat, kata Ning, rutin dilakukan Dinas Kesehatan Surakarta. Bahkan, tahun ini imunisasi difteri sudah diberikan kepada semua bayi dan anak SD di Solo.
"Imunisasi difteri gratis. Cakupannya sudah mendekati 100 persen," tutur Ning.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.