JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan rilis terbaru mengenai daftar nama calon legislatif yang berstatus eks terpidana kasus korupsi. Ada tambahan 32 caleg eks koruptor yang masuk ke dalam daftar.
Setelah dijumlahkan dengan caleg eks koruptor yang diumumkan KPU sebelumnya, ada 81 caleg eks koruptor yang mengikuti Pemilihan Legislatif 2019.
Daftar caleg eks koruptor di sejumlah partai jadi bertambah. Ada yang semula tercatat tidak mencalonkan eks koruptor, kemudian ditemukan ada. Ada juga partai yang pada pengumuman pertama dan kedua tetap tidak ditemukan caleg eks koruptor.
PPP tegur pengurus daerah
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) adalah salah satu partai yang tercatat mencalonkan 3 eks koruptor dalam Pileg 2019. Padahal, pada pengumuman sebelumnya PPP bersih dari catatan itu.
Tiga caleg eks koruptor yang dicalonkan lewat PPP adalah Emil Silfan (DPRD Kabupaten Musi Banyuasin 4), Ujang Hasan (DPRD Kabupaten Bengkulu Tengah), dan Rommy Krishna (DPRD Kabupaten Lubuklinggau 3).
"DPP PPP telah memberikan peringatan secara organisatoris kepada DPC setempat," ujar Arsul kepada Kompas.com, Selasa (19/2/2019).
Arsul mengakui pengawasan DPP PPP terhadap pencalonan legislatif di tingkat kabupaten/kota belum maksimal.
DPP PPP hanya memeriksa pencalonan di tingkat provinsi. Pihaknya juga tidak mendapat informasi mengenai caleg eks koruptor tersebut dari DPC.
Kini, tidak banyak hal yang bisa diperbuat partai terhadap mereka. Arsul mengatakan nama mereka sudah masuk ke daftar calon tetap (DCT) dan tidak bisa dicoret lagi.
Sebagai gantinya, DPP PPP telah memerintahkan struktur partai untuk tidak membantu pemenangan calon anggota legislatif yang berstatus eks koruptor pada Pemilu 2019.
DPP PPP memerintahkan agar dukungan dialihkan kepada caleg-caleg lain yang tidak pernah terlibat kasus korupsi.
"DPP telah menginstruksikan agar dukungan struktur partai diberikan kepada caleg-caleg lain yang bukan eks terpidana kasus kejahatan serius," ujar Arsul.
Meski demikian, sikap partai bisa berbeda-beda. Misalnya Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang menilai ada potensi elektoral dari caleg eks koruptor itu.
Demokrat dan PAN punya sikap serupa
Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachlan Nashidik mengatakan tidak menutup kemungkinan caleg-caleg eks koruptor sangat diterima dan memiliki tingkat keterpilihan yang tinggi di masyarakat.
"Akan selalu ada pertimbangan elektoral. Saya bicara sangat jujur ini, karena orang-orang yang maju itu bisa jadi adalah orang-orang yang sangat diterima di masyarakatnya yang bisa menaikkan kursi partai," ujar Rachlan.
Rachlan pun menegaskan pencalonan eks koruptor di partainya dilakukan dengan berbagai pertimbangan, termasuk aspek elektoral.
Pihaknya juga sudah berupaya menekan angka caleg berstatus eks koruptor itu.
Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno. Eddy mengatakan caleg eks koruptor yang dicalonkan oleh partainya memiliki basis massa yang kuat.
Mereka bisa diberdayakan untuk mendulang elektabilitas dalam Pileg 2019.
"Bagaimanapun juga mereka itu kan punya basis, mereka punya massa, paling tidak punya modal sosial. Sehingga kalau mereka diberdayakan ya kenapa tidak," ujar Eddy.
Selain itu, mantan koruptor juga punya hak politik untuk dipilih dan memilih. Hak itu melekat selama tidak dicabut oleh pengadilan. Eddy mengatakan caleg eks koruptor juga telah mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menjalani hukuman.
Menurut Eddy, seharusnya masyarakat dibiarkan memilih caleg yang mereka kehendaki. Dia pun menilai sikap KPU mengumumkan nama caleg eks koruptor begitu berlebihan.