JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi menangkap 122 orang terkait ujaran kebencian di media sosial, sepanjang 2018. Setidaknya ada 3.000 akun yang dideteksi Polri secara aktif menyebarkan ujaran kebencian di media sosial.
Hal itu dikatakan Direktur Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Rachmad Wibowo saat menjadi narasumber konferensi nasional Ekuilibrium Penanganan Ujaran Kebencian dan Perlindungan Kebebasan Berekspresi di Indonesia, di Jakarta, Jumat (15/2/2019).
"Ada lima jenis kejahatan, mulai dari hoaks, berita bohong, berita palsu, penistaan agama, hingga pencemaran nama baik," ujar Rachmad.
Menurut Rachmad, mengatasi kejahatan serupa tidak cukup hanya melalui penegakan hukum. Rachmad mengatakan, diperlukan sistem pencegahan yang melibatkan banyak pihak.
Baca juga: Dugaan Ujaran Kebencian Rocky Gerung, Polisi Akan Hadirkan Saksi Ahli
Pertama, perlu dilakukan sosialisasi dan pencerahan kepada masyarakat. Menurut Rachmad, penting adanya keterlibatan akademisi dan para tokoh yang jadi refrensi publik.
"Para tokoh, akademisi perlu turun gunung mengisi ruang publik. Sampaikan bahwa Indonesia adalah negara yang indah karena keragaman. Justru perbedaan itu lah yang buat persatuan," kata Rachmad.
Selain itu, menurut Rachmad, masyatakat perlu melakukan netralisir mengenai informasi yang tidak benar.
Para tokoh dapat melontarkan kontra opini terhadap ujaran kebencian, agar masyarakat tetap percaya dengan pemerintah, akademisi dan polisi.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.