Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memutus Mata Rantai Kekerasan di Papua...

Kompas.com - 15/02/2019, 06:48 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Maraknya kasus kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan pemahaman dalam menuntaskan akar persoalan.

Sementara, pembangunan infrastruktur yang tengah digencarkan pemerintah dinilai belum menjadi solusi dalam memberikan perhatian terhadap masyarakat Papua.

Dalam survei online yang dilakukan Change.org pada akhir 2017 lalu terlihat bahwa pemerintah belum memahami apa yang diinginkan oleh masyarakat Papua.

"Jadi ada sebuah kesenjangan antara apa yang diinginkan masyarakat pada umumnya dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah," ujar Direktur Change.org Arief Aziz dalam diskusi bertajuk 'Posisi Papua di Peta Politik Indonesia' yang digelar Amnesty International Indonesia di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (14/2/2019).

Baca juga: Pemerintah Ingin Bangun Papua, tetapi Tak Berupaya Tuntaskan Kasus HAM

Arief menuturkan, survei terkait persoalan Papua itu diikuti oleh 27 responden yang terdiri dari orang papua asli, orang yang tinggal di Papua tapi bukan papua asli dan orang Indonesia yang tinggal di luar Papua.

Hasil survei menunjukkan adanya perbedaan persepsi soal Papua di antara ketiganya.

Pada saat ditanya apa masalah besar yang ada di Papua, orang di luar Papua menganggap pendidikan sebagai masalah terbesar.

Kemudian orang yang tinggal di Papua tapi bukan orang Papua asli mengatakan narkoba dan miras sebagai persoalan.

Baca juga: Tangani Kekerasan di Papua, Aparat Diminta Tetap Utamakan Prinsip HAM

Sedangkan orang Papua asli menyatakan masalah utama di Papua adalah pelanggaran HAM.

"Jadi gap itu real. Gap of understanding itu masih nyata. Orang belum paham atau pemahamannya belum selaras dengan orang-orang asli Papua," kata Arief.

Sementara itu, seluruh responden menyatakan setuju dan mendukung wacana dialog dalam menuntaskan masalah kekerasan di Papua.

Responden juga menganggap mekanisme dialog sebagai wacana yang sangat penting untuk memutus mata rantai kekerasan di Papua.

Hilangnya Kepercayaan

Banyaknya kasus dugaan pelanggaran HAM yang tak kunjung selesai dinilai telah menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Baca juga: Pemerintah Diminta Libatkan Warga Lokal dalam Upaya Pencegahan Kekerasan di Papua

Aktivis politik Papua Filep Karma mengatakan, saat ini masyarakat Papua cenderung tidak lagi percaya bahwa pemerintah berupaya untuk membangun Papua. Pasalnya, banyak kasus HAM di Papua yang belum diselesaikan.

"Jadi tidak ada lagi kepercayaan terhadap Pemerintah Indonesia. Siapapun presidennya kami sudah tidak percaya," ujar Filep.

Filep menilai, pemerintah bersikap munafik dengan menyatakan ingin membangun Papua. Namun di sisi lain tidak berupaya menuntaskan kasus HAM.

Bahkan pemerintah engggan untuk mengakui kasus kekerasan tersebut.

Baca juga: Setara Institute Desak Pemerintah Selesaikan Konflik di Papua Pasca Pembantaian Pekerja di Nduga

Sementara penuntasan kasus HAM dinilai menjadi salah satu cara untuk memutus mata rantai kekerasan di Papua.

"Saya melihat kasus papua yang berlarut-larut, saya mau katakan bahwa para pemimpin nasional indonesia pada umumnya munafik. Mereka tidak mau mengakui kebenaran dan kesalahan yang dibuat," kata Filep.

Pandangan Filep tersebut diperkuat oleh argumen dari anak-anak muda Papua yang hadir dalam diskusi tersebut.

Kasus kekerasan yang bertubi-tubi memunculkan gerakan untuk menentukan nasibnya sendiri atau pro kemerdekaan Papua.

Baca juga: Kapolri Sebut Konflik di Papua Dipicu Faktor Ekonomi

Selama ini mereka merasa dianaktirikan. Bahkan mereka mengaku sudah tidak percaya lagi jalan dialog dapat menyelesaikan akar masalah di Papua, yakni pelanggaran HAM.

Laporan Amnesty

Amnesty International Indonesia pernah merilis laporan investigasi terkait peristiwa kekerasan di Papua.

Berdasarkan laporan tersebut terdapat 69 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan di Papua dalam rentang waktu Januari 2010 hingga Februari 2018.

Pelaku kekerasan didominasi aparat kepolisian dengan 34 kasus, lalu anggota TNI 23 kasus.

Baca juga: Norwegia dan Papua Barat Kerja Sama Tingkatkan Konservasi Hutan dan Laut

Sementara 11 kasus lain dilakukan bersama-sama oleh anggota Polri dan TNI. Sedangkan, satu kasus dilakukan oleh satuan polisi pamong praja.

Akibat tindakan kekerasan oleh aparat keamanan, sebanyak 85 orang etnis Papua meninggal dunia.

Sementara itu, diketahui bahwa mayoritas kasus kekerasan yang terjadi tidak berkaitan dengan seruan kemerdekaan atau tuntutan referendum Papua.

Artinya, kasus kekerasan di Papua oleh aparat keamanan umumnya dipicu oleh adanya insiden kecil.

Baca juga: KPK Cermati Sejumlah Dugaan Korupsi Terkait Proyek dan Anggaran di Papua

Dari 69 kasus kekerasan dalam rentan 8 tahun, hanya 28 kasus pembunuhan di luar hukum yang terkait aktivitas politik. Sedangkan sebanyak 41 kasus tidak berkaitan dengan seruan kemerdekaan.

Selain itu, investigasi terhadap laporan pembunuhan di luar hukum jarang terjadi.

Menurut Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid, tidak ada mekanisme yang independen, efektif dan imparsial untuk menangani keluhan warga atas pelanggaran HAM oleh pasukan keamanan.

Usman memaparkan, dari 69 kasus pembunuhan di luar hukum, hanya 6 kasus yang sampai ke pengadilan.

Baca juga: Petisi Referendum Kemerdekaan Papua Barat Diserahkan ke PBB, Ini Respons Menlu Retno

Sebanyak 25 kasus tidak dilakukan investigasi sama sekali, 26 kasus dinvestigasi, namun tidak dipublikasikan dan 8 kasus diselesaikan secara adat.

Usman berharap pemerintah mengakui adanya pelanggaran HAM yang serius dalam bentuk pembunuhan di luar hukum. Ia juga meminta pemerintah menyusun panduan bagi aparat keamanan untuk mencegah terjadinya kekerasan di Papua.

"Dan presiden ingin tanah Papua menjadi tanah yang damai," kata Usman.

Kompas TV Kelompok Kriminal Bersenjata kembali menyerang anggota TNI yang berpatroli di Distrik Mapenduma, Kabupaten Nduga, Papua Kamis (31/1/2019) pagi. Satu anggota Yonif 751 Rider VJS mengalami luka tembak. Sekitar pukul 8.55 Waktu Indonesia Timur satu regu Yonif 751 Rider Vira Jaya Sakti berjumlah 10 orang diserang dari 3 arah berbeda. Dalam kontak tembak antara personel TNI dan kelompok bersenjata pimpinan Egianus Kogoya, 1 anggota TNI terluka tembak pada bahu kanan. Personel TNI pun berhasil memukul mundur kelompok bersenjata. Saat ini situasi Mapenduma kembali normal personel TNI yang terluka sudah dibawa ke Timika. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menegaskanpihaknya tengah melakukan operasi di wilayah Papua. Hal ini merespons insiden baku tembak antara anggota TNI dengan kelompok kriminal bersenjata di Nduga, Papua. Panglima TNI menyebut pihaknya terus melakukan pendekatan dengan warga Papua untuk mengurangi potensi konflik di daerah Papua.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com