JAKARTA, KOMPAS.com - Penggunaan hard power approach sebagai satu-satunya cara dalam menanggulangi terorisme ternyata bukan hanya bisa berujung pada kegagalan. Cara itu diyakini akan menimbulkan kebencian yang menimbulkan terorisme kian sulit diatasi.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius saat meluncurkan buku catatan kariernya di Auditorium Lemhanas, Jakarta Pusat, Kamis (14/2/2019).
"Penanganan terorisme kalau hanya hard power approach tidak akan menyelesaikan masalah. Kalau menggunakan hard power approach justru menimbulkan rasa benci oleh keluarga teroris kepada aparat," ujar Suhardi.
Dia mengaku juga pernah bertemu Presiden Joko Widodo dan menyampaikan bahwa hard power approach bukan cara mengurai akar masalah terorisme.
Suhardi kemudian meminta kepada Presiden Jokowi dan seluruh kementerian untuk membantu BNPT dalam menanggulangi terorisme dengan cara soft power approach.
"Saya minta kepada Pak Jokowi untuk membantu kami, BNPT, dalam mendukung program-program pendekatan manusiawi kepada teroris yang bisa membuat mereka jadi tobat," ungkapnya kemudian.
Baca juga: Kepala BNPT Sebut Banyak Negara Belajar dari Indonesia soal Menangkal Terorisme
Suhardi mencontohkan, soft power approach yang pernah dilakukan BNPT seperti pembangunan masjid dan ruang belajar di Pondok Pesantren Al-Hidayah, Deli Serdang, Sumatera Utara, yang diasuh mantan teroris Khairul Ghazali.
Kemudian mendatangi Yayasan Lingkar Perdamaian di Lamongan, Jawa Timur, kampung dari terpidana mati kasus terorisme Bom Bali Amrozi untuk menyosialisasikan deradikalisasi terorisme.
"Kami juga pernah mempertemukan 100 mantan narapidana teroris dan keluarga korban dalam satu forum bertajuk “Silaturahmi Kebangsaan” yang bertujuan untuk saling memaafkan dan menghapus sejarah kelam masa lalu," pungkasnya.