JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Maryati Abddullah mengatakan, setidaknya ada lima agenda prioritas terkait ketahanan energi yang patut diperhatikan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden 2019-2024.
"Setidaknya visi, misi dan program yang dibawa kandidat dapat menjawab problematika mendasar bagi ketahanan energi dan pengelolaan sumber daya alam dalam kurun waktu minimal 5 tahun mendatang secara komprehensif, konsisten, terukur dan berkelanjutan, baik di pusat maupun di daerah," kata Maryati dalam diskusi bertajuk Prioritas Energi dan Tata Kelola SDA dalam Visi Kandidat Presiden-Wakil Presiden 2019 di Bakoel Koffie, Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Baca juga: Strategi Prabowo Atasi Krisis Energi, Kurangi Ketergantungan hingga Konversi Energi
Pertama, kandidat harus menjelaskan bagaimana arah reformasi regulasi dan kebijakan di sektor energi. Misalnya, penyelesaian revisi Undang-undang tentang Minyak dan Gas Bumi serta Undang-undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara bersama DPR.
Selain itu, Maryati juga menyoroti keselarasan kebijakan dan regulasi di sektor energi. Hal itu guna mendorong kepastian hukum dan konsistensi pelaksanaan kebijakan dan regulasi.
Kedua, masalah ketersediaan energi, dan pengendalian konsumsi energi.
Ia memaparkan, cadangan sumber daya energi Indonesia semakin menipis di tengah menurunnya eksplorasi, pencadangan, dan investasi hulu.
Baca juga: Menteri Susi: Isu Pangan dan Energi Akan Jadi Konflik di Mana-mana
Oleh karena itu calon harus menyusun strategi pemanfaatan energi terbarukan yang melimpah. Sebab, pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia masih cukup minim.
Di sisi lain, lanjut Maryati, konsumsi energi kian tahun terus meningkat seiring pertambahan penduduk, kebutuhan industri dan pembangunan. Sementara, distribusi dan kontinuitas pemenuhan kebutuhan masih ada ketimpangan.
"Bagimana kedua kandidat dapat menjawab problem ketahanan energi ini dilihat dari aspek ketersediaan di berbagai wilayah dengan biaya yang terjangkau, mudah diakses, dapat diserap oleh pasar, atau pengguna, dan berkelanjutan?" papar dia.
Baca juga: Ini Topik soal Energi yang Dinilai Penting Dibahas pada Debat Kedua
Ketiga, terkait arah dan strategi pengembangan infrastruktur energi nasional.
Ia menjelaskan, di tengah minimnya keberadaan kilang pengolahan minyak maupun penyimpanan stok, Indonesia menghadapi risiko krisis energi dan ketergantungan pada impor.
Sementara ketersediaan infrastruktur energi lain seperti, stasiun pengisian bahan bakar gas untuk transportasi, kebutuhan pengembangan pipa jaringan gas bumi untuk konsumsi rumah tangga dan industri juga belum maksimal.
"Selain itu, kurangnya integrasi dan adanya kesenjangan infrastruktur antara letak cadangan, jalur transportasi, dan area pemanfaatannya, menjadi tantangan tersendiri dalam pembangunan infrastruktur energi," katanya.
Baca juga: Jelang Debat Kedua Pilpres, Isu Infrastruktur Energi Dinilai Belum Tersentuh
Keempat, terkait pengendalian risiko ketergantungan impor dan subsidi energi. PWYP Indonesia mencatat, peningkatan konsumsi energi menempatkan Indonesia pada risiko ketergantungan impor.
Di sisi lain, subsidi energi mendominasi alokasi subsidi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.