Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Moeldoko Sebut Publik Mesti Waspadai Revolusi Jari

Kompas.com - 11/02/2019, 11:41 WIB
Christoforus Ristianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, bangsa Indonesia perlu mewaspadai revolusi jari.

Revolusi jari yang dimaksud Moeldoko adalah kebiasaan masyarakat yang begitu mudah dalam mengunggah dan membagikan berita di media sosial tanpa mencari kebenaran informasinya.

Hal itu disampaikan Moeldoko saat menghadiri Rakornas Bidang Kehumasan dan Hukum yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (11/2/2019).

"Saat ini, ada revolusi jari. Di mana, sebuah berita, ditentukan kecepatan untuk 30 detik. Ketika kita baca berita, mindai, tanpa mengetahui kebenaran. Jari kita bermain.  Apakah berita itu benar atau tidak, masa bodoh. Revolusi jari itu luar biasa. Situasi ini harus kita waspadai, kalau tidak, kita menjadi tertinggal dan ditinggalkan situasi," kata Moeldoko. 

Baca juga: Moeldoko Sebut Egois Orang yang Menilai Miring Proyek Infrastruktur

Ditanya lebih lanjut, Moeldoko mengatakan, revolusi jari adalah istilah yang dia ciptakan setelah para pegiat media sosial menceritakan bahwa saat ini sulit untuk menentukan kebenaran dari informasi.  

"Saya sedang mencari istilah saat ini, yaitu revolusi jari. Pegiat media sosial pernah mengatakan kepada saya bahwa menentukan kebenaran saat ini menjadi sulit karena rata-rata dari kita hanya membagikan sebuah berita tanpa memahami kebenaran," kata mantan Panglima TNI ini.

Moeldoko menjelaskan, fenomena itu membuat semakin berkembangnya disinformasi dan hoaks. Ironisnya, kata Moeldoko, hoaks justru menarik pandangan publik dan berdampak pada melonjaknya jumlah pembaca.

Kondisi itu, lanjut dia, dimanfaatkan sebagai ladang bisnis. Semakin banyak diklik, semakin banyak pula followers dan pembaca.

"Jangan karena kepentingan-kepentingan jangka pendek, kita jadi pragmatis dan membawa akibat yang sangat banyak," ujar Moeldoko.

Baca juga: Ini Penjelasan Moeldoko soal Terbitnya Remisi Bagi Pembunuh Wartawan

Dirinya mengatakan, saat ini penting bagi semua pihak untuk mencegah berkembangnya  disinformasi. Peran humas dan biro hukum di setiap lembaga diharapkan mampu berkontribusi mencegah disinformasi di masyarakat.

"Berita yang dieksploitasi ini tantangan yang baru yang dihadapi semuanya. Saya pikir Pak Mendagri Tjahjo Kumolo juga kewalahan bagaimana ruang publik saat ini dikuasai kelompok politik tertentu," ujarnya.

Catatan: Judul dan isi berita sudah edit karena ada kesalahan penulisan. Mohon maaf atas kesalahan redaksi.

Kompas TV Kepala staf kantor Kepresidenan Moeldoko enggan berkomentar terkait pernyataan Cawapres Prabowo Subianto yang menyebut Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai menteri pencetak utang. Tanggapan pernyataan Prabowo akan disampaikan sendiri oleh Sri Mulyani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com