JAKARTA, KOMPAS.com - Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menjawab sindirian terkait pesimisme dan pemahamannya soal ekonomi makro saat menghadiri perayaan ulang tahun ke-20 Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) di Sports Mall, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (6/2/2019).
Prabowo memang tidak menyebut siapa pihak yang telah menyindirnya.
Namun, sindiran soal pesimisme dan ekonomi makro sempat dilontarkan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo beberapa waktu lalu.
Prabowo menegaskan, dirinya enggan disebut sebagai calon pemimpin yang pesimistis.
Persoalan ini berawal saat Jokowi menanggapi pernyataan Prabowo soal Indonesia akan bubar pada 2030 saat berkampanye di Gedung PPI, Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, Minggu (3/2/2019) pagi.
"Belum jadi pemimpin kok sudah pesimistis. Harusnya bangsa yang besar ini dibangun dengan rasa optimisme yang tinggi sehingga tantangan-tantangan ke depan bisa dihadapi bersama," ujar Jokowi.
Baca juga: Sindir Prabowo, Jokowi Bilang Belum Jadi Pemimpin Kok Sudah Pesimistis...
Prabowo membantahnya. Ia yakin dapat membenahi arah pembangunan nasional yang dianggapnya keliru.
Optimisme itulah yang membuat Prabowo memutuskan kembali maju sebagai calon presiden pada Pilpres 2019.
"Dibilang saya pesimis. Tidak. Justru saya optimis saya mau maju sebagai calon Presiden RI. Kalau saya pesimis ngapain saya maju, bikin capek saja," ujar Prabowo.
Prabowo mengklaim saat ini ia memiliki tim yang terdiri dari pakar-pakar untuk mencari cara melakukan perbaikan kondisi kehidupan masyarakat saat ini.
"Kami mengerti apa yang harus dilakukan. Kami paham dan akan melakukan perbaikan kehidupan bangsa dan negara Indonesia," kata Prabowo.
Baca juga: Prabowo: Kalau Saya Pesimistis, Buat Apa Maju Jadi Capres?
Ketua Umum Partai Gerindra itu, mengatakan, persoalan utama Indonesia saat ini adalah pemanfaatan sumber daya alam yang tidak dinikmati oleh sebagian besar masyarakat.
Hal itu, kata Prabowo, terjadi karena adanya praktik-praktik korupsi di lembaga pemerintahan.
Ia menyebut adanya kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disebabkan oleh praktik korupsi.
Prabowo mengatakan, kebocoran anggaran akibat korupsi mencapai hampir Rp 500 triliun.