Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Lenny Hidayat, SSos, MPP
Pengamat lingkungan, sosial, dan ekonomi

Pengamat lingkungan, sosial, dan ekonomi (ESG)

Facebook Menghapus Akun Hoaks, Prestasi atau Tragedi?

Kompas.com - 07/02/2019, 06:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

FACEBOOK akhirnya menutup akun penyebar hoaks dan ujaran kebencian yang berhubungan dengan Saracen.

Saya ingat dengan jelas, hampir genap 1 tahun lalu ketika artikel saya mengangkat masalah regulasi siber (Strategi Mitigasi Konflik Isu Identitas, 26 Februari 2018) dan pada hari ini, akhirnya kebijakan regulasi tersebut dieksekusi.

Apakah langkah itu prestasi atau tragedi? Untuk menjawabnya kita harus melihat dari beberapa aspek, dampak kerugian dan efektivitas.

Dampak virus hoaks

Dari segi dampak kerugian, domino effect dari kejahatan siber seperti jaringan Saracen sulit dikalkukasi secara angka. Meksipun demikian, masyarakat bisa merasakan viralnya hingga saat ini. Ibarat virus yang dilepas, penyakit yang diderita masih menjadi wabah.

Dari keterangan Facebook, setelah jaringannya dianalisis, jumlah pengikut akun yang terkait lebih dari 170.000 orang. Selain itu, 65.000 orang mengikuti akun Instagram yang terkait dengan jaringan Saracen.

Dari sumber Facebook Neswroom yang diliput Kompas.com "Facebook Hapus Ratusan Akun Saracen di Indonesia" pada 1 Februari 2019, Facebook menghapus 207 halaman, 800 akun, 546 grup serta 208 akun Instagram yang memiliki hubungan dengan Saracen.

Penghapusan itu dilakukan setelah Facebook melakukan analisis berdasarkan perilaku tidak otentik yang terorganisasi (coordinated inauthentic behavior/CIB).

Jika dikalkulasi, skenario terburuk penyebaran disinformasi melalui halaman Facebook diperkirakan dapat mencapai hingga 35 juta orang. Jika kita ibaratkan ujaran kebencian seperti senjata biologis, maka 35 juta orang akan menjadi korban virus tersebut.

Lebih parah lagi, ujaran kebencian yang telah terlontar di dunia maya sekali dilepas dan dibaca, tidak dapat ditarik kembali, menempel pada memori setiap orang yang telah membacanya.

Meskipun orang dapat menyaring dan menolak meyakini informasi tertentu, tetapi ini hanya terjadi pada kasus orang dengan literasi internet yang tinggi atau well informed person.

Karenanya, dampak kerugian yang belum terhitung adalah dampak hoaks terhadap psikologi massa atau masyarakat.

Dengan penutupan sumber akun dan jejaringnya, minimal produksi informasi terhenti terlebih dahulu. Kepercayaan terhadap platform social media bisa jadi tidak kembali normal, namun setidaknya tanggung jawab moral Facebook terpenuhi.

Efektivitas penghapusan

Dari segi efektivitas, penghapusan akun sangat bisa diperdebatkan karena pepatah "mati satu, tumbuh seribu".

Jadi, yang perlu diperhatikan selain penghapusannya rekam jejak akun hoaks, Facebook harus mengubah algoritmanya yang terlalu berorientasi pada jumlah dan memperketat community guideline.

Mesin pintar algoritma Facebook dan social media lainnya harus ditinjau ulang karena celah mesin kalkulasi inilah yang membuka kesempatan untuk dapat diselewengkan.

Tidak mungkin beban pengawasan dibebankan semata-mata kepada setiap pengguna yang tidak memiliki wewenang untuk melakukan tindakan.

Contoh dari pengalaman pribadi, bobot frekuensi Likes lebih dipentingkan daripada konten ataupun Report untuk membuat sebuah akun direview oleh community guideline.

Karena jumlah laporan sudah ribuan bahkan jutaan setiap hari, Facebook membuat bot lain untuk melakukan analisis teks terhadap kata-kata atau istilah tertentu yang dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

Dalam hal ini, konteks dan istilah lokal tidak dapat ditangkap oleh bot algoritma dan jika ujaran kebencian dilakukan dengan menggunakan kata-kata positif maka tidak akan dapat tertangkap.

Facebook seyogianya berinvestasi untuk membangun mesin pembaca report agar lebih peka terhadap konteks lokal masing-masing negara.

Apresiasi

Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa Facebook dan social media lainnya adalah ibarat pisau yang dapat mengubah tatanan sosial menjadi lebih baik.

Namun di sisi lain, dapat menjadi petaka ketika digunakan oleh jari-jari yang tidak bertanggung jawab.

Sejak skandal penyalahgunaan data Facebook oleh perusahaan konsultan politik, Cambribge Analytica, pada tahun 2018, meskipun pendiri Facebook Mark Zuckerberg meminta maaf kepada publik di hadapan Kongres Amerika Serikat, tetapi data yang telah terambil telah terolah, telah disalahgunakan, dan tidak dapat dihalangi penyebaran dan penggunaannya.

Seluruh perusahaan media informasi, terutama Facebook, terkenal selalu bersembunyi di balik argumen kebebasan berbicara dan ekspresi.

Namun, ketika kebebasan berekspresi tersebut disalahgunakan oleh kelompok tertentu, mereka tidak melakukan apa pun karena yang paling penting adalah angka pengguna, viewers, likes dan sejenisnya.

Dalam konteks ini, penghapusan akun Saracen dan rekam jejaknya adalah tindakan yang patut diapresiasi dari Facebook, tentunya hanya untuk kasus yang telah terbukti oleh aparat berwenang sebagai akun sumber penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.

Pengawasan negara dan masyarakat

Facebook dan perusahaan social media lainnya bukanlah perusahaan kebal hukum. Mereka hanyalah salah satu dari entitas perusahaan yang seyogianya mengikuti peraturan masing-masing negara di mana mereka beroperasi dan konvensi internasional akan kode etik penyebarluasan informasi.

Dalam hal ini, menurut saya pribadi, apa yang dilakukan Facebook adalah langkah awal yang patut diapresiasi.

Dengan penghapusan ini, Facebook menunjukkan dirinya sebagai perusahaan yang memiliki tanggung jawab moral terhadap pengguna di seluruh negara dan kepentingan lebih besar.

Namun, penghapusan akun juga berpotensi menjadi tragedi jika Facebook atau social media lainnya tidak memiliki fungsi pengawasan internal yang dapat mencegah penyebaran informasi palsu.

Karena itu, pengawasan oleh negara dan masyarakat tetap sangat dibutuhkan karena informasi yang dikelola oleh perusahaan media sosial, memiliki dampak yang menyentuh seluruh aspek kehidupan (dari ideologi, ekonomi, sosial kemasyarakatan, hingga pertahanan keamanan).

Mari kita bersama-sama mengawasi kesehatan wadah media sosial agar keharmonisan sosial terjaga antarsesama, baik di dunia nyata maupun maya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com