(g) merendahkan harkat dan martabat manusia.
Menurut Cholil Mahmud dari Efek Rumah Kaca, pasal tersebut bersifat karet dan membuka ruang bagi kelompok penguasa atau siapapun untuk melakukan persekusi.
Selain itu, Cholil menilai pasal tersebut bertolakbelakang dengan semangat kebebasan berekspresi dalam berdemokrasi yang dijamin oleh UUD 1945.
“Pasal karet seperti ini membukakan ruang bagi kelompok penguasa atau siapapun untuk mempersekusi proses kreasi yang tidak mereka sukai," kata Cholil seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (4/2/2019).
2. Memarjinalisasi musisi independen dan berpihak pada industri besar
Koalisi menilai RUU Permusikan memuat beberapa pasal yang mensyaratkan sertifikasi pekerja musik. Pasal itu dinilai berpotensi memarjinalisasikan musisi independen.
Pasal 10 RUU Permusikan mengatur distribusi karya musik dengan tidak memberikan ruang kepada musisi untuk melakukan distribusi karyanya secara mandiri. Menurut koalisi, pasal ini sangat berpotensi memarjinalisasi musisi, terutama musisi independen.
Menurut musisi folk Jason Ranti, pasal ini menegasikan praktik distribusi karya musik oleh banyak musisi yang tidak tergabung dalam label atau distributor besar.
“Ini kan curang,” kata Jason.
3. Uji Kompetensi dan Sertifikasi
Koalisi memandang bahwa ketentuan mengenai uji kompetensi dan sertifikasi berpotensi mendiskriminasi musisi.
Di banyak negara memang memang menerapkan praktik uji kompetensi bagi pelaku musik. Namun tidak ada satu pun negara yang mewajibkan semua pelaku musik melakukan uji kompetensi.
Selain itu, pasal-pasal terkait uji kompetensi ini berpotensi mendiskriminasi musisi autodidak untuk tidak dapat melakukan pertunjukan musik jika tidak mengikuti uji kompetensi.
4. Mengatur Hal yang Tak Perlu Diatur
Koalisi melihat setidaknya ada 19 pasal yang bermasalah. Mulai dari ketidakjelasan redaksional, ketidakjelasan subyek dan obyek hukum yang diatur, hingga persoalan atas jaminan kebebasan berekspresi dalam bermusik.
Misalnya, pasal 11 dan pasal 15 hanya memuat informasi umum tentang cara mendistribusikan karya yang sudah diketahui dan banyak dipraktikkan oleh para pelaku musik serta bagaimana masyarakat menikmati sebuah karya.
Kedua pasal ini dianggap tidak memiliki bobot nilai yang lebih sebagai sebuah pasal yang tertuang dalam peraturan setingkat Undang-undang.
Demikian pula dengan pasal 13 tentang kewajiban menggunakan label berbahasa Indonesia. Koalisi menilai penggunaan label berbahasa Indonesia pada karya seni seharusnya tidak perlu diatur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.