Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bayu Galih

Jurnalis; Pemerhati media baru; Penikmat sinema

Soal Identitas: Catatan Keturunan Tionghoa yang Tak Terlihat seperti Orang Tionghoa

Kompas.com - 05/02/2019, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Karena itu, seseorang di Suriah, Irak, atau Afghanistan bisa membenci siapa saja orang Amerika dan menyalahkannya atas negaranya yang luluh lantak. Seseorang di Eropa pun dapat membenci siapa saja imigran keturunan Timur Tengah dan menyalahkannya atas berbagai kehancuran akibat teror bom yang melanda.

Meski dapat dipahami, tentu saja kebencian tak dapat ditoleransi.

Karena tak semua orang AS bertanggung jawab atas seruan perang yang dicanangkan pemerintahnya. Sama seperti tak semua imigran Timur Tengah bisa disalahkan atas perilaku teror yang dilakukan teroris yang kebetulan berasal dari bangsa yang sama.

Saya juga memahami bahwa kebencian terhadap etnis Tionghoa di Indonesia disebabkan karena kebijakan politik yang memisahkannya dengan "bangsa Bumiputra". Kebijakan ini ada sejak zaman kolonial, kemudian dipertahankan pada era Orde Baru dengan berbagai aturan diskriminatif, hingga terbentuk jarak yang semakin dalam.

Bagaimana dengan keadaan saat ini? Tentu saja kebencian itu bisa muncul karena faktor politik. Dua kubu yang ada saat ini menciptakan berbagai narasi, termasuk politisasi agama dan politisasi kebinekaan, sehingga jarak yang sempat direkatkan pada era reformasi kembali semakin lebar menganga.

Saya memahami bahwa kebencian bisa muncul karena hal yang tidak kita pahami.

Hal ini diperlihatkan secara apik dalam video yang digarap Ancestry mengenai perjalanan DNA. Lihat videonya di tautan ini.

Ada 67 orang dari berbagai negara, dengan berbagai identitas, yang dipancing untuk mengungkap kebanggaan mereka akan identitasnya, juga kebenciannya terhadap bangsa lain.

Namun, perjalanan DNA memperlihatkan bahwa kebencian dan kebanggaan itu absurd. Sebab, orang Inggris yang mengaku benci Jerman akhirnya syok saat tahu bahwa DNA dia memperlihatkan ada 5 persen keturunan Jerman dan hanya 30 persen berdarah Inggris.

Seorang dari Islandia yang merasa dari bangsa terbaik (mungkin karena berpikir keturunan Viking) terhenyak saat tahu bahwa dia tak "murni" Islandia. Ini dikarenakan ada juga DNA keturunan Eropa Timur, Spanyol, Portugal, Italia, dan Yunani dalam dirinya.

Jika tidak ada darah murni dalam tiap diri manusia, lalu dari mana kebencian itu timbul?

Kebencian itu tentu saja bukan perihal genetik, bukan bawaan identitas. Kebencian itu ditanamkan, hasil internalisasi kita dalam menyerap beragam peristiwa, namun tak pernah ada di diri kita sejak semula.

Dengan berusaha mengetahui akar identitas, sebenarnya saya berupaya untuk mengenali diri saya sendiri.

Dengan mengenali diri sendiri, saya berusaha memahami bahwa jika ada ketidaksukaan, jika ada kebencian, jika ada amarah yang tersimpan, hal itu tidak pernah berasal dari diri sendiri, tapi dari pengalaman buruk yang saya dapat selama hidup.

Pengalaman buruk itulah yang seharusnya dapat ditoleransi untuk berdamai dengannya. (Dengan catatan jika karena alasan tertentu sulit untuk kita lupakan atau maafkan)

Melawan kebencian tentu bukan hal mudah. Saya memahami sepenuh hati bahwa benci tak bisa sepenuhnya dihilangkan, karena kita bukan malaikat.

Namun, yang perlu saya tanam ke diri saya sendiri: Jangan sampai kebencian itu menghilangkan fitrah kita sebagai manusia, yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com