Pada 29 November 1971, terbentuklah Korpri sebagai wadah yang menghimpun pegawai negeri, pegawai BUMN, pegawai BUMD, serta perusahaan dan pemerintah desa.
Dilansir dari Harian Kompas yang terbit pada 2 Desember 1971, pembentukan Korpri bertujuan untuk menghimpun berbagai pegawai dari beberapa instansi dalam satu wadah yang nantinya ikut memantapkan stabilitas politik dan sosial.
Selain itu, Korpri dibentuk untuk meningkatkan daya guna dalam bidang pembangunan dan pelajaran masyarakat. Korpri juga menyelenggarakan usaha-usaha untuk meningkatkan dan memelihara kesejahteraannya melalui kegiatan tertentu.
Baca juga: Bawaslu Nilai Netralitas ASN, TNI, Polri Masih Jadi Tantangan Pemilu 2019
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 82/1971, Korpri dibentuk dengan arahan langsung dari Presiden Soeharto. Dengan demikian, Soeharto berhak memberikan arahan atas berbagai aktivitas dan peran PNS.
Tak semua rencana awal dari pembentukan ini murni untuk menghimpun pegawai, karena Korpri kemudian dinilai menjadi alat politik Orde Baru dan Golongan Karya.
Penilaian ini akibat dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1976 tentang Keanggotaan PNS dalam Partai Politik atau Golongan Karya. Aturan ini dinilai makin memperkokoh peran Korpri dalam memenangkan Golkar tiap pemilu.
Selain itu, ancaman mutasi menjadi momok jika PNS ketahuan tak memilih partai berlambang beringin itu, atau terlibat dalam kepengurusan di partai lain.
Hal ini tentu menjadi ironi, sebab pemerintah saat itu selalu menggaungkan pemilu yang langsung, umum, bebas, dan rahasia.
Bahkan dalam Harian Kompas edisi 28 Juli 1984 terdapat seorang pembaca yang berstatus PNS, yang mengeluhkan adanya surat permohonan untuk menjadi anggota Golkar kepada semua PNS di instansinya.
Bahkan surat itu disertai tembusan ke Badan Administrasi Kepegawaian Negara, sebagai yang berwenang menentukan karier dan masa depan seorang PNS.
Pembaca itu mengeluh karena jika dia tidak menjadi anggota Golkar, ada kekhawatiran tidak punya masa depan dalam berkarier sebagai PNS.
Dia pun terpaksa mengisi formulir itu dan menjadi anggota Golkar, padahal PNS semestinya sukarela untuk jadi anggota Golkar atau partai, selama ada izin atasan.
Bermacam cara yang dilakukan itu membuat Korpri ikut membantu langgengnya kekuasaan Soeharto hingga 32 tahun.
Jika melihat praktik Orde Baru dalam memanfaatkan PNS untuk melanggengkan kekuasaan, berbagai pihak pun berharap agar PNS/ASN tak disertakan dalam aktivitas politik. Karena itu, netralitas PNS/ASN menjadi hal yang perlu tetap dijaga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.