Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal "Yang Gaji Kamu Siapa", Fadli Zon Sebut ASN Dibayar Pakai Uang Pajak

Kompas.com - 01/02/2019, 15:37 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengkritik pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI, Rudiantara yang dianggap berpotensi melanggar netralitas aparatur sipil negara dalam Pemilihan Presiden (Pilpres)2019.

Terkait hal itu, Fadli menegaskan bahwa seorang menteri seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan yang bernada kampanye dan mengarahkan pegawai dalam menentukan pilihan politiknya.

"Saya kira ini harus diluruskan dan sebaiknya kementerian-kementerian itu jangan lah berkampanye, mengarahkan pegawai-pegawainya untuk memilih salah satu. Serahkan saja kepada mereka untuk memilih. Jadi jangan diarah-arahkan atau dikondisikan," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (1/2/2019).

Baca juga: Viral Pernyataan Menkominfo soal Yang Gaji Kamu Siapa, Ini Penjelasannya

Di sisi lain, Fadli juga menekankan, gaji yang diterima oleh ASN berasal dari uang rakyat melalui pajak. Ia tak sepakat jika gaji PNS disebut berasal dari pemerintah atau Presiden.

"(Gaji PNS) dari uang yang namanya uang pajak, dan juga dari anggaran pendapatan yang diterima negara. Jadi jangan pernah berpikir presiden menggaji ASN, presiden menggaji pegawai negeri sipil atau pegawai pemerintah lainnya," kata Fadli.

Polemik pernyataan "yang gaji kamu siapa" bermula ketika Rudiantara meminta masukan kepada semua pegawai tentang dua buah desain yang diusulkan untuk Gedung Kemenkominfo dengan gaya pengambilan suara atau voting.

Baca juga: Prabowo Ingin Gaji Aparat Hukum Naik, Ini Penjelasan Timses

Namun, ketika ingin memberikan kesempatan kepada anak buahnya untuk memilih, Rudiantara memberi opsi untuk memilih Nomor 1 atau Nomor 2. Keriuhan pun terjadi, sebab pegawai Kemenkominfo sepertinya mengasosiasikan ini seperti pilihan dalam Pilpres 2019.

Menanggapi keriuhan itu, Rudiantara kemudian meminta agar pemilihan ini tidak dikaitkan dengan politik. Meski begitu, dia tetap memberikan opsi pilihan itu Nomor 1 atau Nomor 2.

Rudiantara kemudian meminta maju perwakilan pegawainya yang memilih desain Nomor 1 dan Nomor 2.

Baca juga: Menkominfo: Selebgram Harus Bayar Pajak biar Fair

Saat pegawai yang memilih desain Nomor 1 mengungkapkan alasannya, tidak ada keriuhan.

Polemik dimulai saat pegawai yang memilih Nomor 2 memberi penjelasan. Ini disebabkan pegawai yang memilih Nomor 2 memberikan alasan bukan terkait desain. Ada kemungkinan Si Ibu yang ditunjuk itu salah menangkap saat Rudiantara menanyakan alasan memilih Nomor 2, bukan terkait desain tapi nomor urut dalam Pilpres 2019.

"Mungkin terkait keyakinan saja, Pak. Keyakinan atas visi-misi yang disampaikan Nomor 2, yakin saja," ucap pegawai itu.

Baca juga: Rudiantara: Tak Masalah Ceramah Kritik Pemerintah untuk Kebaikan

Sontak, Rudiantara tercengang mendengar jawaban tersebut. Tak lama setelah itu, Rudiantara menyatakan pertanyaan sindiran kepada pegawai yang memilih Nomor 2 tersebut.

"Bu, Bu, yang bayar gaji Ibu siapa sekarang?," ujar Rudiantara dalam acara itu.

Pernyataan ini menuai polemik karena Rudiantara dianggap dapat memengaruhi netralitas ASN dalam Pilpres 2019. Selain itu, pernyataan ini dipermasalahkan karena gaji ASN tak semestinya dikaitkan dengan pilihan politik.

Kompas TV Dalam konteks ini Public Service Announcement (PSA) ini yang disiapkan untuk itu, dan ketika menjadi polemik maka hal itu juga membuat bingung Kominfo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com