Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meutya Hafid: UU ITE Saat Ini adalah Versi yang Terbaik

Kompas.com - 31/01/2019, 18:54 WIB
Jessi Carina,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Meutya Hafid mengatakan, Undang-undang ITE saat ini sudah dalam versi yang paling baik.

Kata dia, hal ini juga disetujui oleh semua perwakilan fraksi sewaktu masih dalam rapat pembahasan di Komisi I.

"Dalam pernyataan-pernyataan fraksi, semua punya kecenderungan yang mengambil kesepakatan bersama di komisi I. Artinya itu bukan sikap satu atau dua fraksi saja tapi kesepakatan Komisi I bahwa memang untuk saat ini, inilah bentuk terbaik dari UU ITE," ujar Meutya di Kompleks Parlemen, Kamis (31/1/2019).

Baca juga: Memahami Pasal Ujaran Kebencian UU ITE dalam Perspektif KUHP

Hal ini dia sampaikan ketika ditanya mengenai UU ITE yang sudah banyak menelan "korban".

Dalam revisi UU ITE yang terakhir, kata Meutya, dinamikanya sudah luar biasa. Beberapa poin yang saat ini sering menjadi persoalan seperti soal SARA, pencemaran nama baik, dan pornografi di media elektronik sudah dibahas mendalam.

"Ketiga hal ini memang sudah bolak balik dibahas dalam rapat revisi sebelumnya," kata dia.

Jika undang-undang ini direvisi kembali, Meutya berpendapat, perdebatannya tidak akan jauh berbeda dengan sebelumnya.

Baca juga: UU ITE Bisa Jerat Siapa Pun yang Apes, Tak Hanya Prita atau Ahmad Dhani

Kendati demikian, dia menegaskan, sebenarnya sebuah UU sangat bisa untuk direvisi kembali.

Alih-alih direvisi, dia menilai lebih baik dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah khususnya terhadap pasal-pasal yang selama ini disebut pasal karet.

"Misalnya pencemaran nama baik itu mencakup apa saja. Saya rasa tidak perlu sampai mengubah UU-nya tetapi bisa diturunkan melalui PP," ujar Meutya.

Baca juga: Selain Ahmad Dhani, Ini Daftar Orang yang Divonis karena Terjerat UU ITE

"Jadi penjelasan mengenai pasal pasal supaya tidak dianggap pasal karet itu bisa dijelaskan melalui Peraturan Pemerintah," tambah dia.

Meutya berpendapat UU ITE masih tetap dibutuhkan di Indonesia. Apalagi, di tengah banyaknya isu-isu yang berkaitan dengan pencemaran nama baik di internet, tanpa UU ITE, dikhawatirkan akan semakin masif.

"Dengan UU ITE saja kita lihat masih banyak sekali isu SARA di internet, isu-isu yang terkait pencemaran nama baik, dan juga asusila. Apalagi kalau tidak ada," kata Meutya.

Baca juga: Soal Revisi UU ITE, Ini Kata Ketua DPR

Adapun sejak disahkan, UU ITE telah menuai kontroversi. Ini disebabkan UU ITE terlalu lentur sehingga sangat mungkin dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengkriminalisasi pihak lain.

Sejauh ini, beberapa nama sudah pernah tersandung UU ITE, bahkan hingga dibui, hanya karena menyampaikan pendapatnya di media elektronik.

Sebut saja Prita Mulyasari, Buni Yani, Nazriel Irham, Baiq Nuril Maknun, Muhammad Arsyad, Ratna Sarumpaet, dan terakhir Ahmad Dhani.

Kompas TV Musisi Ahmad Dhani akan menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ahmad Dhani didakwa melakukan ujaran kebencian dengan mengunggah twitan di media sosial. Ahmad Dhani sebelumnya dituntut hukuman 2 tahun penjara dalam kasus ujaran kebencian. Jaksa Penuntut Umum menganggap perbuatan Ahmad Dhani bisa meresahkan masyarakat. Ahmad Dhani didakwa atas 3 twit yang diunggah di akun <em>Twitter</em> miliknya. Twitan berisi tentang kasus penistaan agama oleh mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com