KOMPAS.com – Sejak disahkan, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah menuai kontroversi. Ini disebabkan UU ITE dinilai terlalu lentur sehingga sangat mungkin dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengkriminalisasi pihak lain.
Sejauh ini, beberapa nama sudah pernah tersandung UU ITE, bahkan hingga dibui, hanya karena menyampaikan pendapatnya di media elektronik. Sebut saja Prita Mulyasari, Buni Yani, Nazriel Irham, Baiq Nuril Maknun, Muhammad Arsyad, Ratna Sarumpaet, dan terakhir Ahmad Dhani.
Tak hanya mereka, disadari atau tidak UU ITE bisa mengancam semua orang, termasuk kita.
"Semua orang bisa (terjerat UU ITE). Tinggal sesuai yang 'apes' saja," kata Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu, saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (31/1/2019) pagi.
Baca juga: Selain Ahmad Dhani, Ini Daftar Orang yang Divonis karena Terjerat UU ITE
Disebut "apes", karena pada kenyataannya tidak semua orang yang melakukan pelanggaran dikenai aturan hukum ini.
"Banyak kok hoaks yang enggak diapa-apakan," kata Erasmus.
Ia mencontohkan kasus ujaran kebencian yang dituduhkan pada musisi Ahmad Dhani. Jika pelaku tidak memiliki nama dan kekuatan untuk memengaruhi orang lain, maka potensi terjerat UU ITE semakin kecil.
"Kalau benar hate speech, harus yang bisa menggerakkan orang, karena kuncinya ada di penghasutan," ujar Erasmus.
Hampir 11 tahun UU ITE dimplementasikan, dan masih banyak aspirasi agar undang-undang itu direvisi. ICJR juga menjadi salah satu pihak yang meminta adanya perbaikan di beberapa bagian yang dinilai masih "longgar" dan "lentur".
“Kami sudah teriak dari zaman itu barang belum jadi undang-undang. Pada 2016 ada kesempatan ubah, Pemerintah Jokowi (Joko Widodo) nanggung, enggak mau dengar, akhirnya begini, tetap. Mundur malah itu perubahannya di beberapa ketentuan," ucap Erasmus.
Baca juga: Soal Revisi UU ITE, Ini Kata Ketua DPR
Beberapa pasal yang dipermasalahkan antara lain dalam UU ITE adalah Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29.
Pasal 27 mengatur tentang pendisitribusian konten bermuatan asusila, perjudian, penghinaan/ pencemaran, dan pemerasan/ pengancaman.
Pasal 28 mengatur tentang penyeberan berita bohong yang menyesatkan dan merugikan, dan memuat unsur kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.
Sedangkan, Pasal 29 menjelaskan ketentuan tentang informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.