Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indeks Persepsi Korupsi Meningkat dan Pekerjaan Rumah yang Belum Selesai...

Kompas.com - 30/01/2019, 06:23 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah stagnan dengan skor 37 selama dua tahun, Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perceptions Index (CPI) Indonesia pada 2018, naik satu poin menjadi 38.

Temuan ini merupakan hasil riset Transparency International Indonesia (TII). Adapun skor 0 menunjukkan sangat korup, sedangkan 100 bersih dari korupsi.

"Skor CPI indonesia untuk tahun 2018 (sebesar) 38 dari (skala) 0 sampai 100. Dengan ranking 89. Skor ini naik 1 poin dari CPI 2017 yang lalu dan naik 7 peringkat dari tahun 2017 lalu," ujar Manajer Departemen Riset TII Wawan Suyatmiko dalam paparannya di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (29/1/2019).

Wawan memaparkan, penilaian CPI ini berdasarkan sembilan indeks gabungan, yaitu:

  • World Economic Forum
  • International Country Risk Guide
  • Global Insight Country Risks Ratings
  • IMD World Competitiveness Yearbook
  • Bertelsmann Foundation Transform Index
  • Economist Intelligence Unit Country Ratings
  • PERC Asia Risk Guide
  • Varieties of Democracy Project
  • World Justice Project.

Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Naik, Pimpinan KPK Berharap Lebih

"Ada Global Insight dan PERC yang mengalami kenaikan, terutama Global Insight mengalami kenaikan sebanyak 12 poin. Global Insight salah satu survei yang banyak membahas bagaimana perilaku pelaku usaha terutama dalam perbaikan iklim investasi dan antikorupsi," kata dia.

Akan tetapi, ada penilaian yang stagnan, seperti World Economic Forum, International Country Risk Guide, Bertelsmann Foundation Transform Index, Economist Intelligence Unit Country Ratings dan World Justice Project.

"Ada dua indeks yang turun, yakni IMD World Competitiveness Yearbook turun 3 poin dan Varieties of Democracy Project kita juga turun 2 poin," ujar Wawan.

Catatan Pimpinan KPK

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif berpendapat, seharusnya Indonesia bisa mendapatkan capaian CPI yang lebih baik lagi.

"Enggak kecewa-kecewa amat, tapi kami berharap lebih banyak meningkatnya. Tapi Alhamdulillah hari ini kita naik 1, dan peringkatnya naik lumayan signifikan sampai 7 peringkat," ujar Laode usai mengikuti paparan riset tersebut.

Meski skor Indonesia naik, ada dua indeks yang menurun dibanding tahun 2017. Indeks itu di Varieties of Democracy Project dan IMD World Competitiveness Yearbook.

Indeks Varieties of Democracy Project menyangkut pelaksanaan sistem demokrasi di suatu negara.

Baca juga: Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Naik Jadi 38

Sementara, IMD World Competitiveness Yearbook menyangkut daya saing suatu negara. Dalam indeks ini, salah satu yang disinggung adalah relasi pebisnis dan aktor politik.

Dua indeks ini mengalami penurunan poin dibanding tahun 2017.

Perbaikan integritas para aktor politik dinilainya masih menjadi pekerjaan rumah. Laode berharap komitmen aktor politik dalam pemberantasan korupsi bisa ditingkatkan lagi.

Pasalnya, mereka terkadang abai dengan komitmen pemberantasan korupsi. Situasi ini yang bisa menjadi penghambat pertumbuhan CPI Indonesia.

"Kasus yang ditangani KPK dari segi aktor yang paling banyak itu elected official, bupati, DPR dan gubernur. Seharusnya yang memberi contoh itu adalah aktor-aktor politik, tetapi mereka yang terkadang merusak," ujar Laode.

Laode juga menyoroti indeks World Justice Project yang stagnan dengan skor 20. Indeks ini mengukur ketaatan suatu negara dalam penegakan hukum dan penyalahgunaan kewenangan publik pada eksekutif, yudisial, polisi, militer dan legislatif.

"Khusus yang angkanya 20 itu, itu yang sedang kita pikirkan bersama, apa program aksinya, sebetulnya ada beberapa hal," kata dia.

Baca juga: Pimpinan KPK: OTT Meningkat, tetapi Indeks Persepsi Korupsi Stagnan

Ia mencontohkan, KPK mendorong Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) untuk meningkatkan integritas aparatur peradilan.

Selain itu, perbaikan sistem rekrutmen di kejaksaan juga menjadi poin penting yang perlu diperhatikan.

Di kepolisian, KPK juga mendorong perbaikan sistem peningkatan karier serta sistem tindak lanjut pelaporan masyarakat agar tak mengalami penundaan berlarut.

"Soal rekrutmen polisi, sebenarnya sudah lumayan jauh lebih bagus," kata Laode.

Laode juga menyoroti perlunya perbaikan sistem gaji yang proporsional bagi polisi dan aparatur peradilan.

Ia menekankan pemanfaatan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) secara maksimal.

Baca juga: Ketua KPK: Pertumbuhan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tertinggi di Dunia

Kemudian, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) juga bisa dimanfaatkan secara maksimal dalam mendorong efektivitas pencegahan korupsi.

Stranas PK mencakup tiga fokus pencegahan, yaitu perizinan dan tata niaga, keuangan negara dan penegakan hukum serta reformasi birokrasi.

Belum dapat dukungan politik maksimal

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko DYLAN APRIALDO RACHMAN/KOMPAS.com Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko
Sementara itu, Sekretaris Jenderal TII Dadang Trisasongko mengatakan, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sudah di jalur yang tepat.

Namun, momentum itu belum diiringi dengan dukungan politik yang maksimal.

"Sepertinya kita kehilangan kecepatan dan kehilangan tenaga karena political environment-nya tidak mendukung," kata Dadang.

Ia memandang, pelaksanaan demokrasi di Indonesia sejak 1998 belum berjalan secara sehat.

Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama banyak pihak untuk memperbaiki kualitas pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

Jika diamati, kata dia, pola pertumbuhan CPI Indonesia cenderung stagnan di setiap era kepemimpinan presiden, tak terkecuali Presiden Joko Widodo.

"Zaman Gus Dur ada stagnasi selama 2 tahun, Megawati 3 tahun, SBY periode pertama ada 1 kali penurunan, SBY periode kedua mengalami stagnasi 2 kali, dan Jokowi juga stagnasi pada 2016, 2017," kata dia.

Dadang mengakui, negara sudah mendorong penggunaan sistem elektronik, seperti e-procurement, e-budgeting, hingga e-catalogue. Namun, keberadaan sistem ini belum dibarengi dengan peningkatan integritas manusianya.

Situasi ini yang mendorong korupsi masih terus berjalan.

"Di penganggaran, pengadaan dan perizinan semua harus transparansi. Perizinan bukan hanya cepat tapi akuntabilitasnya. Kita juga tak ada instrumen hukum mencegah konflik kepentingan. Transaksi di dunia gelap enggak ada yang pernah tahu, itu yang harus dipikirkan gimana mencegah," ujar dia.

Para aktor politik juga diharapkan konsisten dan patuh dalam menyampaikan laporan harta kekayaan secara berkala.

"Artinya ketika saya menjabat posisi tertentu, saya harus declare kekayaan, punya perusahaan apa saja, di mana saja. Sehingga tidak seperti (kasus) Setya Novanto Itu kan tidak akan terdekteksi kalau enggak ada kasus," ujar dia.

Di sektor sumber daya alam (SDA), pemberdayaan publik juga harus dijamin negara agar oknum politisi dan pebisnis tak berlaku sewenang-wenang.

"Kalau diambil alih oleh mereka yang korup, baik politisi maupun pebisnis maka yang terancam kesejahteraannya adalah publik dan keadilan," kata Dadang.

Oleh karena itu, ia mendorong negara untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Ia juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap para pengungkap kejahatan korupsi.

Sebab, berdasarkan data TII, ada 100 orang yang mengkungkap kejahatan korupsi mendapat serangan sepanjang tahun 2004-2017.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasdem Akui Koalisi Perubahan Kini Terkesan Tidak Solid, Mengapa?

Nasdem Akui Koalisi Perubahan Kini Terkesan Tidak Solid, Mengapa?

Nasional
Nasdem: MK Muara Terakhir Sengketa Pilpres, Semua Pihak Harus Ikhlas

Nasdem: MK Muara Terakhir Sengketa Pilpres, Semua Pihak Harus Ikhlas

Nasional
Anies dan Muhaimin Berencana Hadiri Putusan Sengketa Pilpres di MK

Anies dan Muhaimin Berencana Hadiri Putusan Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Anies Minta Massa yang Unjuk Rasa di MK Tertib dan Damai

Anies Minta Massa yang Unjuk Rasa di MK Tertib dan Damai

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang Meluas, Kini 10 Desa Terdampak

Dampak Erupsi Gunung Ruang Meluas, Kini 10 Desa Terdampak

Nasional
Siap Terima Putusan MK, Anies: Seperti Sepak Bola, Kemungkinan Menang atau Tidak

Siap Terima Putusan MK, Anies: Seperti Sepak Bola, Kemungkinan Menang atau Tidak

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Bela Gibran, Yusril Incar Jabatan?

GASPOL! Hari Ini: Bela Gibran, Yusril Incar Jabatan?

Nasional
Jokowi dan Ma'ruf Amin jadi Saksi Nikah Putri Bamsoet

Jokowi dan Ma'ruf Amin jadi Saksi Nikah Putri Bamsoet

Nasional
Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Nasional
Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Nasional
PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

Nasional
Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Nasional
Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Nasional
Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com